Bahaya Vaksin Palsu dan Memahami Vaksinasi yang Benar

Ramai diberitakan di berbagai media masa baru-baru ini tentang kasus vaksin palsu. Hal itu tentu sangat memprihatikan kita semua, selain karena tujuan semula dari vaksinasi tidak tercapai, vaksin palsu juga berpontensi menyebabkan gangguan kesehatan serius bagi anak penerima vaksin palsu tersebut. Yang menjadi masalah bagi masyarakat awam adalah sulitnya membedakan antara vaksin asli dan palsu, terlebih masyarakat awam cenderung memiliki kepercayaan penuh kepada petugas medis, sehingga mereka terkadang tidak terlalu peduli untuk memahami sebuah proses medis itu sendiri. Tulisan ini mengajak pembaca untuk memiliki wawasan tentang apa itu vaksinasi dan semoga kita semua terhindar dari vaksin palsu.

Vaksinasi pada dasarnya adalah sebuah proses pencegahan penyakit. Pencegahan yang dimaksud di sini adalah dengan sengaja memberikan kekebalan atau imunisasi kepada anak, sehingga walaupun anak tersebut mendapat infeksi, insya Allah tidak menyebabkan kematian atau menderita cacat.

Pada umumnya, anak yang telah imun itu bereaksi terhadap infeksi: 1) tidak sakit sama sekali, atau 2) sakit tetapi ringan sehingga tidak menyebabkan cacat atau kematian.

Kecacatan inilah yang sering membebani tidak hanya bagi anak tersebut, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat sekitarnya karena penderita menjadi tidak mandiri dan selalu bergantung kepada orang tua dan lingkungannya. Jadi pentingnya pencegahan adalah sebenarnya untuk imunitas anak itu secara individu dan juga yang paling penting dan lebih luas adalah untuk eradikasi suatu penyakit dari penduduk suatu daerah atau suatu negara. Tentunya diperlukan imunisasi secara merata dan sistematis. Paling tidak 70% dari penduduk suatu daerah atau negara harus mendapat imunisasi untuk memperoleh efek tersebut. Kemudian perlu diperhatikan bahwa imunisasi ulangan (booster) juga sangat penting dilakukan untuk lebih meningkatkan imunitas penduduk.

Lalu apakah imunisasi sama dengan vaksinasi? Kedua istilah ini mungkin akrab di telinga kita sejak kita kecil, sehingga sebagian orang menganggap kedua istilah ini memiliki arti yang sama. Sebenarnya kedua istilah itu memiliki arti yang berbeda. Kedua istilah tersebut berasal dari kata dasarnya yaitu, a) Vaksin adalah Bakteri dan Virus yang telah dilemahkan, dan 2) Imun: kekebalan tubuh. Sedangkan kata imbuhan “~ sasi” memiliki makna “proses.”

Jadi yang dimaksud vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke tubuh manusia untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap suatu penyakit, dan imunisasi adalah proses untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Dengan demikian imunisasi adalah istilah umum untuk proses kekebalan tubuh, sedangkan vaksinasi adalah proses imunisasi menggunakan vaksin. Kesimpulannya: vaksinasi adalah bagian dari imunisasi sedangkan imunisasi belum tentu merupakan vaksinasi.

Berdasarkan asal mulanya, imunitas dibagi dalam dua hal yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif adalah bila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan tetapi hanya menerima saja. Sedangkan imunisasi aktif adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas.

Berdasarkan sifatnya kedua imunisasi tersebut bisa dibagi menjadi beberapa jenis . Untuk imunisasi pasif ada dua jenis yaitu:

a. Imunitas Pasif Bawaan
Ini terdapat pada bayi baru lahir sampai berumur 5 bulan. Bayi baru lahir mendapatkannya dari ibu sewaktu dalam kandungan yaitu berupa zat antibodi melalui placenta. Namun zat anti itu lambat laun akan lenyap dari tubuh bayi sampai usia kurang lebih 5 bulan.

b. Imunisasi Pasif Didapat (Acquired).
Zat anti didapatkan oleh anak dari luar dan kekebalan hanya berlangsung jangka pendek, sekitar 2-3 minggu karena zat anti ini akan dikeluarkan lagi dari tubuh. Bahan zat anti demikian didapat dari darah orang yang pernah mendapat penyakit tersebut. Contoh: Serum anti tetanus. Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan serum diantaranya: Campak, Tetanus, Gigitan Ular Berbisa, Rabies,dll.

Sedangkan imunisasi aktif dibagi menjadi dua bagian:

a. Didapat Secara Alami.
Contohnya penyakit Difteria di negara yang sedang berkembang tanpa imunisasi yang teratur dan menyeluruh. Anak-anak secara alami sampai umur belasan tahun mendapat infeksi berbentuk silent abortive yang menyebabkan sebagian anak menderita sakit yang ringan, kemudian sembuh dengan sendirinya dan mendapat imunitas. Hanya anak yang dalam keadaan tertentu menjadi sakit berat. Imunitas (kekebalan) alami merupakan imunitas terkuat, tetapi perlu diperhitungkan berapa anak yang oleh infeksi alami itu meninggal atau sembuh tetapi dengan cacat seumur hidup.

Oleh sebab itu imunisasi secara sengaja perlu dilakukan sebanyak-banyaknya mencakup semua anak seperti dalam jenis yang kedua, yaitu:

b. Sengaja Dibuat (Artificially Induced)
Terdiri dari beberapa macam antigen yaitu:
* Live attenuated bacteria or virus: contoh: smallpox/cacar air, BCG, Polio Sabin (oral), Campak, dll
* Killed bacteria or virus: contoh: Kolera, Thypus Abdominalis, Pertusis, Polio Salk (suntikan)
* Toxoid: Dibuat dengan menggunakan racun bakteri yang dilemahkan. Contoh Vaksin Difteri dan Tetanus.
* Aselular dan Subunit. Vaksin aselular dan subunit dibuat dengan menggunakan sebahagian dari virus atau bakteri. Contoh Vaksin jenis ini adalah Vaksin Hepatitis dan Haemofilus Influenzae tipe b (Hib)

Yang perlu diperhatikan pemberian vaksin haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan syarat pemberian yang diatur dengan ketat. Sebab jika vaksin tidak memenuhi syarat maka akan menyebabkan kegagalan vaksin. Imunitas yang diharapkan tidak akan tercapai dan tentunya berdampak sangat luas, karena tujuan pemberian vaksinasi adalah menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan kecacatan, serta bila mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah atau suatu negara. Pemberian vaksin yang tidak memenuhi syarat adalah yang memiliki ciri berikut:

  • Bahan pengencer berkualitas tidak baik.
  • Zat anti yang terdapat di dalam vaksin tidak sesuai.
  • Jarum suntik dan dropper yang tidak steril
  • Kekurangan atau kelebihan dosis vaksin
  • Route pemberian vaksin yang salah atau tidak sesuai petunjuk produsen pembuat vaksin: misalnya di injeksi ke serabut otot, di bawah kulit (subcutan), tetes ke mulut, dll
  • Jadwal pemberian vaksin yang salah
  • Penyimpanan vaksin yang tidak sesuai petunjuk

Melihat syarat-syarat yang disebutkan di atas, bahkan dengan vaksin asli saja, tujuan vaksinasi menjadi tidak tercapai. Bisa dibayangkan jika vaksin yang diberikan adalah vaksin palsu, tentu bukan saja tujuan vaksinasi tidak tercapai tetapi justru memunculkan dampak negatif yang tidak diharapkan.

Semoga dengan tulisan ini masyarakat luas menjadi lebih paham tentang apa itu vaksinasi dan bisa lebih kritis saat membawa anak-anak kita untuk mendapatkan vaksinasi. Selebihnya, kita tidak bisa berharap masyarakat awam untuk mampu membedakan vaksin asli dan palsu, karena pemalsu akan berusaha memiripkan kemasan dengan aslinya. Sehingga jangankan masyarakat awam terkadang petugas medis pun sulit mengenali cirinya.

Untuk itu kita berharap pemerintah tentu harus mampu mengawasi produksi dan jalur distribusi vaksin secara lebih ketat lagi. Karena vaksin adalah produk terbatas yang tidak diperjualbelikan bebas kepada masyarakat, sehingga seharusnya pengawasan oleh pihak yang berwenang jauh lebih mudah dibandingkan dengan obat-obatan bebas (OTC, over the counter). Semoga.

 

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Bahaya Vaksin Palsu dan Memahami Vaksinasi yang Benar

oleh Kurniaty Gani dibaca dalam: 4 menit
0