Berita Konsumen

Cukai Rokok Resmi Naik, Harga Eceran Rokok Tidak Akan Sampai Rp 50 ribu per Bungkus

Jakarta, Media Konsumen – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya memutuskan untuk menaikan cukai rokok pada 2017 sebesar rata-rata 10,54 persen. Kenaikan cukai rokok untuk tahun 2017 itu lebih rendah ketimbang kenaikan di tahun 2016 sebesar 11,33 persen persen. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor pusat Dirjen Bean dan Cukai, Jakarta, Jumat (30/9/2016).

Sri Mulyani mengakui kenaikan tarif cukai ini jika ditinjau dari aspek kesehatan memang bisa dikatakan kecil. Namun dalam penetapan tarif, harus melihat banyak aspek. “Kalau cuma dilihat dari satu aspek kesehatan misalnya naiknya lebih kecil, tapi kalau dari yang lainnya kan harus dilihat dan dipertimbangkan. Misalnya untuk penindakan rokok ilegal. Ini juga menjadi perhatian kami,” jelas Sri Mulyani.

Namun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani , menyayangkan langkah pemerintah terkait kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebanyak 10,54 persen. Menurutnya kenaikan cukai tersebut akan berdampak signifikan terhadap industri rokok. Seharusnya pemerintah menaikkan cukai rokok secara bertahap. Kenaikan cukai yang langsung diterapkan tinggi bisa berakibat fatal terhadap perekonomian negara.

Dikatakan Hariyadi Sukamdani di Kantor Apindo, Gedung Permata Kuningan, Jalan Kuningan Mulia, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2016), kenaikan cukai sebesar itu akan menyebabkan produksi industri rokok menurun. Di sisi lain, juga berimbas pada pengurangan tenaga kerja. Penerimaan petani tembakau diperkirakan pula bakal berkurang.

Sementara di sisi yang lain, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan bahwa rencana pemerintah menaikkan cukai rokok pada 2017 sebesar rata-rata 10,54 persen terlalu konservatif.  Kenaikan tarif cukai yang hanya memperhatikan aspek pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat terhadap rokok. Masyarakat tetap leluasa membeli rokok, sehingga cukai sebagai instrumen pengendalian tidak berdampak.

“Rencana kenaikan cukai seharusnya minimal dua kali lipat pertumbuhan ekonomi dan inflasi, yaitu 20 persen,”

“Artinya, cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi rokok telah gagal karena persentasenya terlalu rendah,” ucapnya.

“Dalam konteks kesehatan untuk perlindungan pada masyarakat konsumen, dan bahkan pada perspektif finansial ekonomi, besaran kenaikan cukai rokok pada 2017 adalah terlalu konservatif,” kata Tulus, demikian seperti dikutip Antara, Minggu (2/10/2016).

Pemerintah menaikan tarif cukai rokok pada 2017 rata-rata 10,54 persen. Kenaikan tarif terbesar berlaku untuk rokok jenis hasil tembakau sigaret mesin yaitu 13,46 persen, sementara yang terendah yaitu nol persen untuk sigaret kretek tangan.

Lebih lanjut Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, untuk menaikkan tarif cukai rokok harus mempertimbangkan banyak hal. Besaran yang telah diputuskan sebesar 10,54 persen dinilai sudah maksimal. Tujuan cukai adalah mengendalikan konsumsi, tapi di sisi lain, pemerintah juga tidak mau kenaikan tarif cukai rokok ini menimbulkan gejolak sosial dan lonjakan inflasi. Kontribusi cukai rokok terhadap APBN memang cukup besar. Pada tahun 2014, kontribusi cukai rokok terhadap APBN sebesar 12,29%, tahun 2015 sebesar 11,68%, dan 2016 sebesar 11,72%. Sedangkan pada tahun 2017, target cukai rokok ditetapkan Rp 149,8 triliun atau 10,01% dari penerimaan perpajakan.

Dengan kenaikan cukai rokok tahun 2017 maka diprediksi harga jual eceran (HJE) rokok akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 12,26%. Artinya harga rokok di tingkat konsumen tidak akan naik sampai Rp 50.000/bungkus

(ed/dari berbagai sumber)

Bagikan
Penulis
Redaksi