Pesona Kampung Adat Sasak – Lombok Nusa Tenggara Barat

Letaknya tidak terlalu jauh dari Bandara Lombok Internasional Airport (LIA), Praya, Lombok Tengah. Sekitar 10 km atau dapat ditempuh dengan perjalanan santai tidak lebih dari 15 menit dengan mobil. Dari jauh tampak bangunan rumah adat berdinding anyaman bambu dan beralaskan adonan tanah liat yang tampak mengkilat, padahal pemeliharaannya dengan menggunakan kotoran kerbau. Tampak bersih dan tidak menimbulkan bau. Kuat tanpa menggunakan semen yang harganya terus naik.

Atapnya alang-alang kering yang dijepit (diwelit – Sunda) dalam ukuran panjang 1,5 m dengan ketebalan sekitar 15 cm. Untuk atap yang posisinya tidak terlalu curam (landai) penggantian bahan alang-alang penutup setiap tujuh atau delapan tahun. Sementara untuk yang curam bisa sampai belasan tahun. Jarak atara rumah yang satu dengan lainnya sangat berdekatan, hanya berbataskan lorong sempit untuk lalu lalang orang. Dapur dengan tungku berbahan bakar kayu tak terpisahkan dengan ruang duduk dan ruang tidur. Semuanya menyatu dalam satu kesatuan yang harmonis.

Kampung ini terbagi dua: Kampung Adat Sasak Dalam dan Sasak Luar. Sasak Dalam terdiri dari seratusan Kepala Keluarga dengan masing-masing satu rumah tinggal. Andaikan ada anggota keluarga yang menikah maka ia harus menempati rumah sendiri. Dalam satu rumah tidak dibenarkan ada dua kepala keluarga, apalagi lebih. Sebelum rumah baru berdiri ia (Si Pengantin Baru) akan ditempatkan di pondok “Bulan Madu” yang ukurannya 2×3 m. Karena keterbatasan lahan dan kepercayaan untuk tidak menambah jumlah populasi di Kampung Adat Dalam maka keluarga baru itu kelak akan ditempatkan di lokasi Kampung Adat Luar, demikian penjelasan Pitro pemandu yang juga warga Kampung Sasak.

Rata-rata penghuni Sasak Dalam hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa Sasak, sehingga untuk keperluan transaksi apapun pengunjung harus melalui pemandu yang juga berfungsi sebagai penerjemah.

Agama penduduknya Islam tapi pengaruh Hindu dan Animisme masih sangat kuat, Pitro menegaskan. Mata pencahariannya dari bertani secara tradisional dan tetap memelihara kebiasaan membuat tenun ikat khas Sasak. Para perempuan Sasak baik tua maupun muda pasti harus bisa melakukannya. Secara berjenjang dan turun-temurun kemampuan menenun terus diwariskan. Pada akhirnya kain tenun khas Sasak menjadi cendera-mata para pengunjung yang kebetulan berkesempatan ke sana. Hal seperti ini sepatutnya yang tetap dipertahankan, agar berbeda dengan tempat lain.

Sayang, potensi tujuan wisata ini belum terlalu mendunia, bahkan juga untuk sekedar mengindonesia masih sangat jauh. Masalahnya dari keterbatasan kemampuan dan kemauan memasarkan (marketing) dari pemerintah daerah setempat. Tidak ada peta lokasi tujuan wisata yang bisa diperoleh. Pengunjung hanya bisa mendapat informasi dari mulut ke mulut bila kebetulan bertemu dengan orang yang tepat.

Tulisan inipun untuk mencoba menjembatani objek wisata dengan wisatawan yang mungkin masih bingung mencari tempat yang mempunyai warna khas. Kekayaan Nusantara yang mempesona. Tak perlu jauh-jauh berkunjung ke mancanegara kalau kampung sendiri belum terjamah. (*es)

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Pesona Kampung Adat Sasak – Lombok Nusa Tenggara Barat

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 2 menit
0