Pengalaman

“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 8

Bagian 8. Menyusuri La Rambla di Jantung Barcelona

Sambungan dari bagian 7

Kamis pagi 22 Juni 2017 sudah berada di depan hostel Living Room Plaza Catalunya, sebuah bangunan kuno tiga lantai tidak jauh dari alun-alun Plaza Catalunya. Setelah melakukan proses check in diberi kamar yang terletak di lantai dua. Naik turun lebih sering menggunakan tangga sebab lift yang ada adalah sebuah lift kecil nan antik alias “jadoel.” Pintu harus ditutup secara manual dan tidak akan bisa dipanggil dari lantai lain jika pengguna sebelumnya tidak menutup pintu dengan rapat.

Lift “jadoel” di hostel

Keuntungan menginap di hostel ini adalah adanya fasilitas dapur bersama, jadi saat tiba waktu sahur tak sulit untuk menyeduh kopi dengan takaran sesuai selera dan memasak mi instan yang dibawa dari tanah air. Hostel yang dipesan secara online dari salah satu situs pemesanan hotel bertarif 163.15 Euro (sudah termasuk PPN 10%) atau sekitar Rp2.4 juta untuk 2 malam. Sebagai catatan hotel-hotel di Eropa juga akan mengenakan tambahan “city tax” (semacam pajak pembangunan daerah) yang dihitung per orang, di Barcelona besarnya €0.72/orang. Ukuran kamar dengan harga tadi terbilang kecil, tanpa AC hanya kipas angin, lebih mirip kamar kos mahasiswa. Tidak senyaman hotel memang, tapi yang menjadi pertimbangan utama adalah lokasinya yang berada di pusat kota Barcelona. Dengan lokasi yang sama tarif hotel bintang 4 bisa lima kali lipatnya, sebagai pelancong ala “backpacker” yang penting bisa tidur dengan aman di lokasi yang prima.

Setelah sejenak melepas penat bekas perjalanan dini hari dari Roma, menjelang siang waktu dimanfaatkan dengan berjalan-jalan ke jalan La Rambla yang menjadi salah satu ikon pariwisata di Barcelona, Spanyol. Tak jauh dari bayangan sebelumnya tempatnya benar-benar membuat betah bagi para pelancong yang bermaksud menikmati pelesir libur musim panas ini. Jalan bagi para pejalan kaki (pedestrian) yang lebar dan dinaungi pepohonan teduh terletak di bagian tengah dengan diapit dua jalan kecil bagi kendaraan bermotor di bagian kiri dan kanannya. Kebersihan terjaga baik, kursi panjang pelepas penat bertebaran sepanjang jalan. Pub, cafe dan aneka restoran pelepas lapar dan dahaga banyak tersedia di sepanjang jalan tanpa mengganggu lalulintas pejalan kaki. Pedestrian yang menjadi ikon sebuah kota ada juga di kota-kota lain seperti Taksim di Istanbul, Nanjing Road di Shanghai, dll. Kalau di tanah air ada Jalan Malioboro di Yogyakarta, yang tentunya kerapian dan penataannya harus lebih ditingkatkan lagi.

La Rambla

Jalan La Rambla panjangnya 1,2 km menghubungkan alun-alun Plaza de Catalunya di pusat kota Barcelona sampai ke Monumén Christopher Columbus di kawasan pantai berupa marina. Di sisi kiri kanan jalan berdiri kokoh bangunan-bangunan kuno buatan para tukang dan seniman dulu. Selain berfungsi sebagai toko, restoran dan penginapan tak sedikit yang dibuat jadi museum untuk memamerkan berbagai barang seni hasil karya seniman. Beberapa museum dan gedung teater yang tergolong ramai yang sempat terlewati dan tercatat diantaranya: Centre d’Art Santa Monica, Palau Dela Virreina, Teatre Principal, Teatre Del Liceu sampai Museu Eròtic de Barcelona, yang terakhir ini tentu untuk pengunjung 18 tahun ke atas.

Masyarakat berbudaya adalah masyarakat yang bisa menghargai karya seni yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Sementara kita jangankan rakyat kecil yang masih berjuang untuk kebutuhan dasar mencari sesuap nasi, ironisnya para petinggi pemangku kekuasaan pun masih banyak yang abai terhadap warisan budaya bangsa. Contoh kecil misalnya di provinsi Jawa Barat, Gedung YPK (Yayasan Pusat Kebudayaan) Bandung yang kini nasibnya terkatung-katung, atau di tingkat kabupaten adanya penghancuran patung ikan yang menjadi ciri khas Pangandaran hasil karya pematung tersohor Indonesia Nyoman Nuarta menjadi bukti menjadi bukti kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri. Berikut pranala luar tentang dua kasus YPK dan Patung Ikan.

Langkah demi langkah kaki menelusuri sepanjang jalan La Rambla membawa kenikmatan tersendiri. Banyak langkah terhenti bukan akibat lalulintas yang semrawut atau berserakannya kios dan parkir kendaraan, tapi sering terhenti untuk mengagumi berbagai karya monumental di depan mata. Begitu juga para seniman pelukis berjajar siap menerima pesanan untuk melukis kita secara langsung, dengan sejumlah imbalan yang disepakati tentunya. Kita juga bisa berfoto bersama “patung hidup” yang benar-benar diam mematung, aksi para seniman pengamen dengan tata rias dan busana yang dibuat serius menyerupai patung asli, jangan lupa sisihkan beberapa koin euro ke dalam kotak yang tersedia sebagai upah selesai berfoto.

Turis berfoto bersama “patung hidup”

Satu lagi yang tak boleh dilewatkan saat berkunjung ke La Rambla yaitu pasar tradisional yang ditata rapi dan bersih Mercat de Sant Josep de la Boqueria yang dibangun sejak tahun 1840. Pasar yang menyajikan aneka makanan dan bahan masakan ini akan memberikan pengalaman unik tersendiri bagi para pengunjung. Rangka asli atap baja yang dibangun pada tahun 1914 masih berdiri kokoh sampai hari ini.

Jalan-jalan sejak selepas Dzuhur menyusuri La Rambla baru sampai di ujung jalan mendekati tepi pantai marina tempat patung Columbus berada di Port Vell (Pelabuhan lama) saat hari sudah menjelang senja. Lingkungan pantai marina yang bersih menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal pesiar berbagai ukuran, juga kapal catamaran yang biasa dipakai wisatawan untuk berkeliling menelusuri pantai di sekitar Port Vell. Penulis tak sempat naik salah satu kapal Catamaran tersebut karena bersamaan dengan waktu magrib, saatnya berbuka puasa. Apalagi mengingat durasi puasa kemarin di Barcelona termasuk panjang, 18 jam karena bertepatan dengan musim panas saat matahari baru terbenam pukul 21.07.

Akhirnya tempat yang dituju berikutnya adalah Mal Maremagnum Shopping & Dining yang berada di atas laut untuk mencari makanan berbuka puasa. Maremagnum dicapai dengan berjalan melewati jembatan dari kayu yang terkenal dengan sebutan Rambla De Mar. Di bagian tengah jembatan Rambla De Mar bisa diangkat-tutup untuk memberi jalan bagi kapal yang melintas di bawahnya. Seperti di Jembatan Ampera Palembang dulu.

Demikian cerita perjalanan hari ke 26 bulan puasa di Barcelona, untuk kita lanjutkan ke edisi berikutnya.

Balubur Limbangan, 22 Agustus 2017

Bersambung ke bagian 9.

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan
Penulis
Entjep Sunardhi