Berita Konsumen

Tahun 2016 Konsumen Indonesia Makin Tidak Berdaya

Media Konsumen, Jakarta – Memprihatinkan bahwa di tahun 2016, Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia berada di angka 30,86. Angka ini menurun dibandingkan IKK tahun 2015 yang berada di angka 34,17.  Angka tersebut menunjukkan konsumen Indonesia masih berada di level paham. Artinya, konsumen Indonesia baru mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen. Konsumen Indonesia belum mampu memanfaatkan hak dan kewajiban mereka, serta belum berperan aktif memperjuangkan hak mereka sebagai konsumen. IKK terbagi ke dalam rentang 0,0-20,0 (sadar); 20,1-40,0 (paham); 40,1-60,0 (mampu); 60,1-80,0 (kritis); dan 80,1-100,0 (berdaya).

Hal itu terungkap dalam acara Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin kemarin (18/9).

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Syahrul Mamma menyebutkan, di tahun 2017-2019 ini terdapat sembilan sektor yang menjadi prioritas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Kesembilan sektor itu adalah obat, makanan, dan minuman; jasa keuangan; jasa pelayanan publik; perumahan/properti; jasa transportasi; jasa layanan kesehatan; jasa telekomunikasi; barang konsumsi tahan lama; dan e-commerce.

“Kesembilan sektor tersebut dipilih dengan harapan dapat membantu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia, menciptakan iklim usaha prokonsumen, serta hubungan yang lebih berkeadilan antara pelaku usaha dan konsumen,” kata Syahrul Mamma.

Dalam acara tersebut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengingatkan agar para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan di sektor perlindungan konsumen berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (STRANAS-PK).

“Perpres STRANAS-PK adalah grand design perlindungan konsumen yang menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Melalui Perpres ini, sifat upaya perlindungan konsumen menjadi lebih multisektoral, masif, sinergis, harmonis, dan terintegrasi,” kata Mendag Enggar.

Mendag menilai Perpres STRANAS-PK yang ditetapkan pada pertengahan tahun 2017 ini memperkuat komitmen Pemerintah untuk mewujudkan konsumen yang cerdas, iklim usaha yang kondusif, serta hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Dalam STRANAS-PK disebutkan arah kebijakan perlindungan konsumen Indonesia untuk tahun 2017-2019 adalah memperkuat pondasi perlindungan konsumen dan mempercepat penyelenggaraannya.

Acara Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) merupakan agenda tahunan yang mengundang seluruh kepala dinas provinsi yang menangani bidang perdagangan. Tema kegiatan tahun 2017 adalah ‘Implementasi Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (STRANAS-PK) dan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Konsumen (RAN-PK) dalam Mewujudkan Konsumen Cerdas’. Acara berlangsung pada 18-19 September 2017.

Sinkronisasi kegiatan bertujuan meningkatkan koordinasi dan menyamakan persepsi dalam menyelenggarakan upaya perlindungan konsumen dan tertib niaga. Melalui kegiatan ini, diharapkan Pemerintah Daerah dapat lebih memahami kebijakan-kebijakan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. Selain itu, dibahas pula mengenai Dana Dekonsentrasi serta program dan kegiatan tahun 2018.

Urgensi Perlindungan Konsumen

Indonesia telah memperhatikan aspek perlindungan konsumen sejak 18 tahun lalu. Hal ini ditandai dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hingga saat ini, Pemerintah Pusat dan Daerah masih terus berupaya meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya, sesuai amanat UU Perlindungan Konsumen.

“Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan swasta harus bekerja sama untuk mencetak konsumen cerdas. Dengan begitu, konsumen dapat menggunakan dan memperjuangkan haknya secara mandiri,” kata Mendag.

Sementara seperti dikutip Detik.com, Mendag juga mencontohkan, dalam melakukan pembelian suatu barang, terkadang konsumen mendapatkan kualitas yang kurang baik. Dan pada saat itu juga, seharusnya konsumen mulai memperjuangkan haknya untuk mendapatkan barang dengan kualitas yang lebih baik, tidak hanya sekadar menerima.

“Jadi bagaimana manfaat yang akan diterima konsumen, apa yang bisa memberikan dampak negatif dan merugikan konsunen. Ke depan kita akan sangat keras apabila ada kegiatan yang merugikan konsumen. Karena pada dasarnya rakyat Indonesia 250 juta lebih adalah konsumen,” terangnya.

Selain itu, Mendag juga memberikan masukan untuk mengamandemen atau merevisi UU Perlindungan konsumen untuk semakin meningkatkan upaya perlindungan konsumen. “Undang-Undang 8 Tahun 1999 sudah cukup lama, Undang-undang tersebut perlu diamandemen atau direvisi,” pungkas Mendag.

Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan RI dan sumber-sumber lain.

Bagikan

Komentar

  • Menempatkan "ikhlas" itu harus pada tempatnya, jika salah dalam menempatkan maka yang terjadi adalah ketidak majuan dalam dunia usaha. Kesadaran konsumen untuk memperoleh haknya justru akan memicu peningkatan kualitas suatu produk yang tentunya akan berdampak bagi kesiapan industri dalam negeri Indonesia untuk bersaing dipasar Internasional.

    Salah satu faktor pendorong peningkatan kualitas dalam negeri sangat ditentukan dari tingkat kepuasan konsumen. Oleh sebab itu bagi para pelaku usaha sudah sepatutnya memahami dan menyadari dengan benar bahwa indikator kepuasan konsumen dapat menjadi suatu acuan atas sebuah kualitas.

    Hingga saat ini saya belum melihat ada pelaku usaha yang berani menempatkan promosi usahanya disitus ini. Hal tentu dapat menjadi sebuah kesimpulan tersendiri bahwa para pelaku usaha belum memahami betapa pentingnya "suara konsumen" dalam kontribusinya untuk meningkatkan kualitas layanan usahanya.

    Sebagai sebuah situs konsumen no.1 dan satu-satunya di Indonesia hingga saat ini, seharusnya dapat dilihat dan dipahami oleh para pelaku pasar menjadi sebuah media "kepercayaan" dalam informasi dimata konsumen. Suara konsumen yang dipandang sebagai suara miring ataupun negatif menjadi penilaian tersendiri bagi para pelaku pasar untuk tidak mempromosikan usahanya disitus ini. Tentu hal ini amat sangat disayangkan mengingat reputasi situs ini selama 11 tahun mengabdi dan melayani konsumen Indonesia tanpa mengindahkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk tetap pertahankan eksistensi kebaradaan situ konsumen ini.

    Saya yakin bahwa hanya para pelaku pasar yang berorientasi kepada kepuasan konsumen sajalah yang akan berani mempromosikan usahanya disitus ini. Doa dan harapan saya agar keberadaan situs ini terus ada guna mendampingi konsumen Indonesia dikemudian hari.

    Jayalah bangsaku, bangkitlah konsumen Indonesia.

    Salam,

  • Kualitas buruk yang konsumen dapatkan hanya diterima lapang dada karena konsumen tidak paham akan
    "Hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, dijamin oleh Pasal 4 d Undang-Undang Perlindungan Konsumen".
    Mari perjuangkan hak konsumen kita sesuai UU.

    Salam Konsumen

Penulis
Redaksi