“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 13

Bagian 13. Tersesat di Museum Louvre

Sambungan dari Bagian 12.

Tak seujung rambutpun menyangka ada kejadian unik saat bertandang ke salah satu toko suvenir di dekat Museum Louvre.

“Where are you from, Brazil?” Tanya seorang gadis pramuniaga yang berdiri di pintu masuk sambil tersenyum ramah saat kami masuk.

“Indonesia,” jawab penulis pendek sambil melangkah masuk ke toko tersebut.

Dan tanpa diduga tiba-tiba dia dan dua orang gadis pramuniaga yang berada di toko itu secara serempak bersamaan menyanyikan lagu dangdut “Sakitnya Tuh Di Sini” dari Cita Citata dengan logat bulenya. Dua hal yang membuat kaget, pertama karena disangka turis dari Brazil dan yang kedua karena ternyata lagu dangdut itu sudah dianggap jadi ciri khas Indonesia. Spontan tertawa terbahak-bahak melihat tingkah mereka, sampai lupa untuk merekam aksi unik mereka. Akhirnya, yang tadinya hanya mau melihat-lihat isi toko saja dan sekedar bandingkan harga terpaksa jadi beli beberapa suvenir di sana tanpa banyak pikir. Kagum dengan cara komunikasi mereka dengan konsumen, tanpa harus menawarkan (apalagi memaksa) kepada turis untuk belanja, dengan cara seperti itu justru lebih efektif membuat (calon) konsumen jadi belanja.

Dari toko suvenir lanjut menyeberangi jembatan “Pont Royal” di atas Sungai Seine lantas melewati “Carrousel Arc de Triomphe” menuju ke “Louvre Pyramide” ikon piramid kaca gerbang utama memasuki museum. Di gerbang ternyata antrian pemeriksaan keamanan sudah sangat panjang, padahal perasaan datang sudah sangat pagi sekali. Sekitar setengah jam berdiri di antrian dalam udara panas di musim panas, tapi dengan antrian yang tertib tidak terlalu menjadi masalah. Selepas pemeriksaan keamanan lalu antri kembali di loket tempat membeli tiket masuk yang harga 15 euros per orang. Bangunan museum berbentuk huruf U yang melintang ka arah barat, sementara sisi utara dinamai Richelieu dan sisi selatan Denon. Benar-benar sangat luas museum ini, dengan lima lantai ruang pamer benda-benda museum, dua lantai ke bawah dan dua lantai ke atas dari lantai dasar. Mengingat waktu yang sangat terbatas sebab malam ini harus terbang ke Doha, diputuskan untuk menelusuri “Sayap Denon” saja yang menurut informasi di booklet di sanalah terdapat lukisan asli “Monalisa”. Penasaran ingin melihat bentuk asli lukisan yang begitu melegenda yang katanya harganya berapa digit jika dikonversi ke dalam rupiah.

Dengan kondisi berdesak-desakan ditambah berbagai tingkah laku dari para pengunjung museum, mencari tangga menuju lantai satu sungguh membingungkan. Ada dua atau tiga kali salah jalan dan berputar-putar, benar-benar melelahkan, akhirnya harus beristirahat dulu sambil minum kopi dari gerai kopi yang ada di dalam museum. Sehabis ngopi baru sadar ternyata jalan yang dicari tak terlalu jauh, malah beberapa kali terlewati sejak awal, mungkin begitulah seringkali dalam kondisi lelah kaki seringkali salah melangkah.

Keadaan di lantai 1 dimulai dari ruangan pamer Greek and Roman Antiquities (700 BC – AD 400) yang dipenuhi berbagai macam artefak, patung dan gambar berbagai ukuran, dari yang paling kecil sampai yang super besar karya seniman-seniman dulu yang termashur. Ditata dengan apik dengan tata cahaya yang mengagumkan membuat mata pengunjung tak bosan melihatnya.

Ruangan selanjutnya yang dimasuki adalah Paintings Provisional presentation, Decorative Arts/Europe 1550 – 1850 yang lalu tembus ke ruangan tempat lukisan Monalisa dipajang. Di ruang inila para pengunjung diatur bergiliran sebab rata-rata penasaran ingin ber-selfie ria dengan latar belakang lukisan sang gadis dengan senyumnya yang misterius itu. Ukuran gambar dan figuranya sebenarnya standar saja, tapi memiliki daya tarik yang luar biasa sebab sering dipuji dan dibahas para ahli dan seniman.

Di lantai dasar (lantai 0) ada ruang “Greek Antiquities, Italic and Etruscan Antaquities” dan “Roman Atiquities 100 BC – AD 500”. Rasa penasaran membawa penulis menuju ke lantai bawah (lantai -1) sebab bertema kebudayaan Timur Tengah di antaranya ada ruang “Near Eastern and Egyptian Art 30 BC – AD 1800” dan “Islamic Art 700 – 1800”. Sayangnya koleksi karya-karya dan peninggalan kejayaan Islam dan Timur Tengah di museum ini hanya sedikit sekali. Hanya satu yang cukup menarik perhatian yaitu kunci pintu Kabah, entah ini artefak asli atau hanya duplikat karena tidak disebutkan dalam keterangannya.

Di salah satu koridor yang menghubungkan antarruangan terlihat seorang seniwati lukis sedang asyik membuat duplikat lukisan dari salah satu lukisan yang dipamerkan di dinding museum. Tak terganggu sedikitpun dengan lalu lalang pengunjung museum, malah banyak di antaranya yang berhenti dan mengamati sang seniwati yang sedang asyik itu. Saat itu baru sekitar 70% duplikasi lukisannya jadi, bagi mata pengunjung awam seperti penulis, sepintas hasil duplikasi lukisannya sudah seperti jiplakan fotokopi saking mirip dengan aslinya.

Sebenarnya belum puas menelusuri seluruh ruangan museum tapi mau bagaimana lagi, jadwal keberangkatan pesawat menuju Doha semakin mepet. Sebelum keluar museum sekali lagi melihat-lihat gerai suvenir dan gerai buku. Di dekat pintu keluar ada gerai suvenir yang terbuat dari bahan kaca, malah salah seorang gadis (lagi-lagi) sedang mengerjakan salah satu karyanya. Tak mau kehilangan momen kali ini, langsung merekam aksinya dengan video HP sekedar untuk kenang-kenangan, silakan dilihat video berikut, ingat yang dilihat hasil karyanya bukan pembuatnya 🙂

Posted by Entjep Sunardhi on Tuesday, October 3, 2017

 

Sore hari Senin 26 Juni 2017 bertepatan tanggal 2 Syawal 1438H, petualangan backpacker di Eropa yang dimulai sejak tanggal 14 Juni 2017 yang dimulai di Pietrasanta, Pisa, Florence, Roma, Vatican, Barcelona diakhiri di Paris, Perancis. Mampir ke hotel sekitar pukul 17 untuk mengambil barang-barang lalu langsung menuju ke Bandara Charles de Gaulle untuk kemudian terbang ke Doha, Qatar yang saat itu sedang mengalami ujian dimusuhi negara-negara tetangganya.

Dan pada pukul 22.35 pesawat Airbus A-350, Qatar Airways QR-38 terbang membawa penulis meninggalkan Paris dan Eropa dengan segala kenangan yang takkan terlupakan.

Au revoir, a bientôt Paris!

Posted by Entjep Sunardhi on Thursday, October 5, 2017

 

Balubur Limbangan, 3 Oktober 2017

Bersambung ke bagian 14 (Tamat)

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 13

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 4 menit
0