Opini

Hidup itu Mudah, yang Membuat Sulit itu Gaya Hidup

Oleh Ira Deviani

Dalam era globalisasi di mana dominasi ekonomi (baca: modal) terhadap politik, sosial, dan budaya telah menggerus dan mengikis kecerdasan manusia yang kodratnya produktif sebagai hamba Sang Pencipta menjadi sosok konsumtif yang mudah goyah oleh pengaruh eksternal. Manusia moderen menjadi mudah terbawa arus menjadi masyarakat yang memaksakan diri untuk hidup dengan memenuhi gaya hidup di atas kemampuannya. Daya Kreatif jadi hilang saat budaya meniru gaya orang lain lebih dominan dan dirasa lebih cepat untuk kenyamanan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Hal ini ditambah dengan derasnya arus iklan di semua lini media yang ada, mulai dari media konvensional seperti televisi, radio, koran, papan reklame, dll, sampai iklan yang dikirim langsung setiap detik ke ponsel pintar kita melalui media sosial dan berbagai macam aplikasi. Tanpa disadari, pribadi yang tidak memiliki karakter kuat akan mudah terombang-ambing dan menjadi korban bujuk rayu iklan dan bertransformasi menjadi konsumen yang tidak bijak.

Tidak sedikit masyarakat yang memiliki sumber income aktif berupa gaji tidak lagi mampu membelanjakan uangnya berdasarkan prioritas. Banyak yang menunda pembayaran cicilan, menunda bayar hutang, tidak berinvestasi bahkan menyepelekan kebutuhan primer demi mengikuti kemauan gaya hidup. Di tengah gencarnya penawaran kredit dan pinjaman dengan syarat-syarat yang makin mudah, tidak sedikit masyarakat yang kemudian terjerat hutang demi sebuah gaya hidup.

Penyakit psikologis yang tidak dianggap penyakit, “shopaholic” telah banyak melanda banyak masyarakat kita. Sayangnya sang “pasien” penderita “shopaholic” tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Pola hidup konsumtif sepertinya sering didiskusikan tetapi jarang sekali yang menjadikan pola hidup konsumtif sebagai ancaman bagi masa depan seseorang. Sebuah keadaan yang sangat membahayakan.

Mengubah Budaya Konsumtif Menjadi Produktif Butuh Perubahan Pola Pikir yang Revolusioner.

Dampak pola hidup konsumtif sangat mengerikan dan memprihatinkan, roda kehidupan akan berputar sangat cepat, seseorang bisa jatuh terpuruk secara ekonomi rata-rata karena gaya hidup yang tidak seimbang antara pendapatan dan pengeluaran. Pengeluaran berupa kemewahan yang tidak menghasilkan (konsumtif) cenderung membutuhkan biaya pemeliharaan sementara nilai barang itu sendiri menurun dalam waktu cepat

Tetapi kondisi sebaliknya dapat terjadi,jika uang yang didapat dikeluarkan dengan bijak. Pengeluaran untuk cicilan bisa disiasati dengan mengaktifkan barang yang dicicil itu menjadi barang produktif dan mampu membayar cicilannya sendiri. Kemudian uang yang diperoleh bisa dibelikan aset yang memiliki cash flow cepat sebagai sumber income baru tambahan income utama. Kebutuhan hidup dipenuhi sesuai skala prioritas, sedangkan untuk keinginan yang tidak terlalu penting sebaiknya ditunda dulu.

Jika kita perhatikan, di awal tahun 80-an, pemerintah begitu bijak dalam mengedukasi masyarakat konsumen agar tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif. Iklan dibatasi dengan ketat, TVRI sebagai satu-satunya siaran televisi di Indonesia hanya menayangkan iklan di waktu tertentu. Saat itu dikemas dalam acara “Mana Suka Siaran Niaga”.

Uniknya bahkan sebelum iklan ditayangkan, masyarakat sudah diwanti-wanti agar menjadi konsumen yang bijak. Berikut adalah beberapa peringatan kepada masyarakat konsumen sebelum menonton tayangan iklan:

Ada empat anjuran yang disampaikan yaitu:

  • Teliti Sebelum Membeli
  • Makin Banyak yang Ditawarkan Makin Hati-hati dalam Pengeluaran
  • Yang Memikat Belum Tentu Bermanfaat
  • Belilah yang Diperlukan Sebatas Kemampuan

Menurut saya anjuran itu masih sangat relevan bagi masyarakat konsumen sekarang pun. Belajarlah dari kesalahan untuk menuju kebenaran dan kebaikan, jadilah masyarakat konsumen yang bijak, jika dulu saya konsumtif, sekarang saya katakan “Say NO to Konsumtif!”

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan

Komentar

  • topiknya bagus, hanya bahasa yang digunakan tidak enak dibaca. meskipun kebanyakan pembaca mungkin skip beberapa tulisan tapi intinya sih tetep dapet.. ?

  • kadang sebaguan Org tdk bisa membedakan mana yg menjadi kepentingan dan mana yg menjadi kebutuhan, akan tetapi jika kita bisa membedakan mana kebutuhan dan mana kepentingan, maka skala prioritasnya adalah yang diutamakan pasti kebutuhan. Sehingga hidup terasa CUKUP. ???