Opini

Digital Branding with Consumer Power

Oleh Joseph Dotulong

Pada kesempatan ini, kita lanjutkan pembahasan pada artikel yang sebelumnya yang mengulas terobosan promosi melalui keterlibatan konsumen (promosi aktif). Sudah seharusnya di era keterbukaan informasi saat ini, paradigma lama sebuah promosi dengan istilah “bakar-bakar uang” sudah dapat dihindari bahkan mulai ditinggalkan oleh para pelaku usaha. Di mana penerapan konsep promosi  konservatif dengan metode satu arah cenderung menghabiskan biaya sangat fantastis tidak menjadi satu-satunya strategi yang ditawarkan oleh pihak agensi dengan mengandalkan penebaran “jala promosi” di berbagai media digital.

Menempatkan konsumen sebagai objek target sebuah promosi, serta memaksa mereka mengonsumsi sebuah iklan, tanpa keterlibatan mereka di dalamnya memiliki potensi terjadinya degradasi kepercayaan konsumen. Oleh karena itu memilih agensi maupun jasa konsultan sebagai mitra usaha tidak dapat dilakukan dengan cara konservatif. Jangan seperti mencari pasangan hidup di tempat hiburan malam. Hingar bingar situasi, gemerlap sorotan lampu warna-warni dengan sistem pencahayaan terbaik, serta diiringi dengan dentuman suara musik dari sound system tercanggih sekalipun mungkin belum tentu dapat menemukan teman hidup jangka panjang yang baik. Demikian pula halnya dengan agensi iklan yang membuat presentasi terbaik, bahkan dengan presentasi yang berisi dengan semua dentuman teriakan dari kecanggihan spesial efek, belum tentu menjadi mitra jangka panjang yang baik.

You can fool all the people some of the time, and some of the people all the time, but you cannot fool all the people all the time.” (Abraham Lincoln)

Apa yang tampak menarik di awal, belum tentu dapat memberikan nilai terbaik pada akhirnya. Semua hal itu tentu saja terlihat sangat baik bagi mata, telinga dan perasaan, namun hal itu memungkinkan terjadinya kegagalan serius secara strategis. Namun hal yang terpenting adalah apa yang dilihat, didengar serta dirasakan mungkin bukan apa yang akan didapatkan seutuhnya. Oleh sebab itulah keterlibatan konsumen lebih dari sekedar dibutuhkan, tidak hanya sebagai sebuah “objek testimoni” dari produk maupun layanan jasa yang selama ini dilibatkan dalam berbagai konsep promosi yang dapat kita temukan. Lebih dari hal itu semua, keterlibatan konsumen dalam promosi adalah gerbang legitimasi.

Perjalanan panjang dari semua rangkaian perjuangan proses penjualan dan pemasaran pada akhirnya akan bermuara pada lautan LOYALITAS KONSUMEN. Jika memang pertahanan terakhir berada pada bagaimana menciptakan konsumen yang loyal, tidaklah berlebihan jika para pelaku usaha mulai memberikan perhatian lebih dan mengarahkan sumber dayanya secara langsung kepada setiap program yang berorientasi kepada konsumen (consumer oriented). Hal ini dapat dimulai dari peningkatan kualitas tanggapan atas setiap aspirasi suara konsumen dengan memanusiakan konsumen sebagai manusia seutuhnya (human touch). Sebuah tanggapan yang tidak hanya bergantung dengan mengandalkan “auto response”, melainkan sebuah tanggapan yang dapat merasakan apa yang dirasakan (empati) oleh konsumen. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan ikatan emosi antara produk/servis yang diberikan dgn konsumen secara langsung, dimana titik kritisnya terletak pada penciptaan VALUE terpenuhi secara otomatis melalui rangkaian komunikasi dua arah guna kepentingan bersama (product branding).

Melalui gambar konsep di atas, maka kita dapat mulai memahami cara kerja dari “Konsep Promosi dengan Kredibilitas”, merupakan suatu rangkaian yang saling terkait dan terikat antara satu dengan yang lainnya. Internet memiliki dampak signifikan pada penjualan, pemasaran dan branding. Sifat hubungan antara pelanggan dan pelaku usaha telah berubah total secara keseluruhan di era digital saat ini. Periklanan online telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Dengan begitu banyak yang dipertaruhkan bagi pelaku usaha di internet, sangat penting bagi perusahaan untuk belajar menyesuaikan beberapa cara baru dalam berbisnis jika mereka ingin berhasil dalam skenario korporat dinamis baru ini.

Dimulai saat kemunculan internet, pelaku usaha telah berkembang dengan asimetris antara pelaku usaha dan pelanggannya. Konsumen hanya memiliki sedikit peran dalam strategi perusahaan dengan informasi yang disebarluaskan secara sepihak dari atas ke bawah (top-down), dan merek memiliki kendali penuh atas apa yang diketahui publik tentang mereka. Dengan keterbatasan akses terhadap keutuhan informasi, pemisahan geografis serta interaksi di antara pelanggan, perusahaan dengan leluasa dapat menetapkan posisinya. Namun dengan kemunculan internet, asimetri semacam itu telah berkurang drastis. Munculnya situs agregasi, kredibilitas dan berintegritas yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memberikan informasi komprehensif tentang produk maupun jasa apa pun kepada pelanggan telah mempermudah pelanggan dalam mengambil keputusan (melalui review).

Demikian pula halnya, ada begitu banyak forum diskusi maupun sosial media yang dapat dijumpai telah memungkinkan pelanggan untuk berinteraksi dan berbagi informasi satu sama lain, sehingga saling menguatkan dalam membuat keputusan pembelian yang tepat. Perkembangan ini memang telah meratakan pembagian konsumen korporat sedemikian rupa sehingga pelanggan menjadi diberdayakan. Namun dampak lain dari Internet terhadap praktik bisnis saat ini adalah munculnya LEGITIMATION VALUE sebagai cara alternatif untuk hubungan pelanggan jangka panjang, loyalitas pelanggan dan profitabilitas pada akhirnya.

Nilai legitimasi mengacu pada proses di mana perusahaan melibatkan pelanggan di berbagai tingkat aktivitas perusahaan seperti pengembangan produk, komunikasi, distribusi dan sejenisnya sehingga dapat meningkatkan nilai yang ditawarkan kepada pelanggan di satu pihak, dan untuk meningkatkan hubungan mereka dengan pelaku usaha. Di sisi lain, LEGITIMATION VALUE melibatkan perubahan mendasar dalam aktivitas departemen Customer Care Service melalui keterlibatan pihak ketiga (digital legitimation service) di luar pelaku usaha dan konsumen itu sendiri, sebagai bentuk legitimasi publik atas kepercayaan yang diberikan oleh komunitas konsumen Indonesia (consumer power).

“Era konsumen adalah raja sudah lewat, kini eranya pelanggan adalah Brand Ambassador.” (Subiakto Priosoedarsono)

Pelaku usaha harus berubah menjadi satuan berwujud (entitas) yang terutama dalam memfasilitasi penciptaan nilai melalui masukan secara konstan dari pelanggan, daripada sekedar berfungsi sebagai pencipta produk maupun layanan yang sewenang-wenang terhadap konsumen. Orientasi semacam itu akan mewajibkan pelaku usaha untuk merumuskan dan menerapkan penguatan strategi yang akan menumbuhkan nilai-nilai LEGITIMASI KONSUMEN.

Salam Komunikasi.

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan

Komentar

  • Konsumen yang cerdas adalah konsumen yang memiliki banyak komentar positif
    Karena jaman sekarang ini banyak sekali konsumen yang pandai memilih dan bernegosiasi