Wisata Menjelajahi Negeri Turki – Bagian 8

Bagian 8. Berawal dari Danau Garam di Musim Gugur

Sambungan dari bagian 7.

Meninggalkan Cappadocia, dengan pengalaman naik balon udara laksana menjadi tokoh Gatogaca yang bisa terbang mengitari langit kemudian menyusup menelusuri bumi di Underground City seperti tokoh Jakatawang dua ksatria dunia pewayangan. Sungguh sensasi yang teramat sulit untuk dilupakan. Kini saatnya untuk melanjutkan kisah perjalanan dengan mengunjungi sebuah danau garam yang dikenal dengan nana Tuz Golu dalam bahasa Turki.

Berangkat pukul 7.45 dan tiba di Tuz Golu atau Danau Garam pk. 9.25 melalui kota Aksaray. Pemandangan indah sepanjang perjalanan menyusuri jalan mulus juga tepian danau yang tampak memutih dengan hamparan garam karena danau sedang surut di musim gugur.

Di tempat istirahat pinggiran danau rombongan turun dan masuk ke arah danau dengan menapaki hamparan garam yang amat luas. Penulis mencoba untuk menggali kedalaman hamparan garam dengan tangan ternyata sampai sehasta masih hamparan kristal garam. Menurut Wikipedia luas danau garam ini sekitar 1.665 km persegi dan bisa memenuhi kebutuhan 65% konsumsi garam di Turki.

Perjalanan selanjutnya menuju Ankara dan untuk makan siang mampir dulu resto khas kebab Turki juga sambil melaksanakan kewajiban solat Duhur dan Asar pada pk 13.00. Kedatangan kami di kota Ankara waktu sudah semakin sore, pk. 15.00, langsung menuju Museum Ataturk yang megah dan tertata dengan rapi di atas perbukitan kecil. Dari gerbang pintu masuk pengunjung berjalan sekitar 100 meter dan kemudian menaiki undakan yang cukup melelahkan. Tapi semua akan terbayar lunas dengan pemandangan luar biasa indah dan kebetulan suasana cerah menjelang terbenam matahari.

Saat itu juga sedang dilaksanakan upacara pergantian petugas keamanan yang menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung. Sesuatu yang biasa menjadi luar biasa bila dikemas dengan apik dan menarik. Bila hanya sekedar pasukan pengaman yang berbaris kemudian upacara pergantian tanpa sentuhan seni tentu akan terasa tawar dan hambar. Saat itu terlintas di benak andaikan di Taman Wisata Borobudur atau di halaman depan Gedung Sate dilakukan upacara pergantian pasukan pengaman dengan sentuhan seni akan menarik wisatawan untuk menikmati suguhan budaya lokal.

Gedung museum ini berada di atas perbukitan dengan posisi gedungnya yang berbentuk U. Pintu masuk berada di sisi utara. Kemudian pengunjung menyusuri tempat penyimpanan koleksi peninggalan sejarah dan diorama sepak terjang Kemal Ataturk ke arah timur dan berujung di sisi selatan sebagai pintu keluar. Sementara di sisi barat adalah gedung mausoleum tempat pembaringan terakhir (makam) sang pembaharu Turki. Saat penulis berada di museum pengunjung teramat ramai maklum waktu itu masih dalam suasana liburan musim panas. Akibatnya kesempatan untuk menikmati dan mengamati menjadi terbatas karena dorongan arus pengunjung yang membludak. Ruang terbuka di komplek museum yang luas memberikan kenyamanan prima kepada para pengunjung, terutama karena kebersihannya yang selalu terjaga dan tidak ada gangguan dari para pedagang asongan.

Pukul 16.30 rombongan kembali menuruni bukit menuju ke gerbang keluar untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju kota Amasra sebagai daerah tujuan wisata berikutnya. Waktu tiga jam perjalanan kami baru sampai di kota Mengen, sebuah kota kecil terletak di antara Ankara dan Amasra. Rombongan beristirahat untuk melaksanakan salat Magrib dan Isya sambil tak melupakan makan malam di Restoran Mudur (kalau tak salah ingat). Penulis mengambil pilihan menu makan malam khas Turki yang selalu diawali dengan menu pembuka berupa salad dari sayuran yang segar. Soliskan selama 45 menit telah mengembalikan kebugaran badan akibat kelelahan perjalanan sepanjang hari yang juga masih akan berlanjut dengan perjalanan berikutnya selama tak kurang dari dua setengah jam untuk sampai di kota pantai Laut Hitam, Amasra.

Perjalanan malam tak kalah menarik untuk dinikmati. Gelap malam tanpa bulan karena ia bersembunyi di balik bumi sehingga sinar matahari urung terpantul menerangi penghuni bumi yang sedang menuju peraduan. Tetapi bintang gemintang indah menghiasi langit luas nirbatas. Ketika tampak bintang layang-layang yang biasa dipakai penunjuk arah, tahulah kami bis sedang dalam perjalanan menuju arah utara. Jalan mulus dan lebar dihiasi kebun zaitun di kedua sisi tidak terganggu dengan pemukiman atau bangunan lain, karena penataan kota dan wilayah benar-benar diperhitungkan secara matang.

Menjelang tengah malam, tepatnya pukul 22.45 masih hari Sabtu, 14 Oktober 2017, rombongan sampai juga di tempat tujuan. Hotel North Door yang menghadap ke Laut Hitam menyambut dengan ramah sehingga kepenatan anggota rombongan terobati. Tidurpun pulas.

Balubur Limbangan, 15 Juli 2018.

Bersambung…

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

2 komentar untuk “Wisata Menjelajahi Negeri Turki – Bagian 8

  • 17 Juli 2018 - (14:35 WIB)
    Permalink

    waah surprise yg menyenangkan hari ini ada tulisan lanjutan Wisata Turki dari Bapak?
    Kembali dibawa pikiran mengikuti perjalanan yg menyenangkan dengan bahasa yg elok???
    Kereen tulisannya Bapak????
    Ditunggu lanjutannya????

    • 18 Juli 2018 - (20:44 WIB)
      Permalink

      Terima kasih Dr Fathul Djannah telah mengikuti kisah aperjalanan saya ke Turki. Insya Allah masih tersisa beberapa episode sebagai lanjutannya. Silakan ditunggu. Sementara tulisan Ibu juga sangat menarik terutama tulisan ilmiah populernya yang mudah dicerna kalangan awam. Mari kita berbagi, ya bu.

 Apa Komentar Anda?

Ada 2 komentar sampai saat ini..

Wisata Menjelajahi Negeri Turki – Bagian 8

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 3 menit
2