Opini

PNS yang Mau Mengambil KPR, Pilih Bank Konvensional atau Syariah?

Siapa yang tidak ingin memiliki rumah idaman? Ya, semua orang pastinya ingin memiliki rumah idaman yang nyaman dan menjadi tempat istirahat untuk melepaskan lelah, terutama berkumpul bersama keluarga. Tak terkecuali Pegawai Negeri Sipil atau PNS.

Bukan rahasia publik lagi bahwa kebanyakan PNS memiliki rumah dari mencicil atau mengambil kredit melalui bank, kebanyakan seperti itu. Namun penting diketahui, sebelum mengajukan kredit untuk pembelian rumah melalui bank, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu mekanisme dan ketentuan dari Kredit Perumahan yang akan Anda ajukan. Karena umumnya PNS rata-rata hanya mengandalkan penghasilan dari gaji dan tunjangan yang didapatkan setiap bulannya.

Mungkin banyak di antara kita yang menganggap bahwa kredit di bank itu sama saja, yang membedakan hanya suku bunga ataupun jangka waktu kreditnya saja. Namun tahukah Anda bahwa bila sedikit jeli ada perbedaan besar antara pengajuan KPR melalui bank konvensional dengan Bank Syariah?

Jika mengajukan KPR melalui Bank Konvensional, maka berlaku penawaran atau kebijakan bank, bahwa cicilan flat atau tetap, hanya sampai 1 atau 2 tahun pertama saja. Selanjutnya cicilan akan naik berdasarkan suku bunga yang berlaku pada tahun selanjutnya.

Contohnya jika mengajukan KPR senilai Rp200 juta selama 10 tahun, dengan suku bunga 10% per tahun, maka cicilan yang harus dibayar senilai Rp3.333.000/bulan untuk masa 2 tahun pertama flat. Sedangkan untuk tahun ketiga, akan mengikuti suku bunga yang berlaku saat itu.

Nah di situ Anda harus bersiap dengan kenaikan cicilan yang biasanya lumayan terasa untuk seorang PNS. Seperti yang pernah saya alami di salah satu bank. Ketika selesai masa flat cicilan, alias masuk tahun kedua, saya harus membayar cicilan dengan penambahan sebesar Rp250 ribu/bulan waktu itu, sekitar tahun 2012. Angka yang tidak sedikit untuk saya.

Berbeda dengan bank syariah yang menetapkan margin di awal atau harga jual terhadap harga rumah yang ingin dibeli. Sebagai contoh, apabila kita ingin membeli rumah seharga Rp200 juta, dan ingin membelinya melalui KPR di bank syariah. Maka pihak bank syariah akan memberikan harga jual yang jelas di awal sebelum akad, misalkan seharga Rp400 juta selama 10 tahun kredit.

Jadi perhitungan cicilannya adalah Rp400 juta dibagi 120 bulan, itulah nilai cicilan kredit kita per bulan yang akan flat hingga masa kredit berakhir. Nilai cicilan ini pun tidak akan terpengaruh oleh kondisi perekonomian atau naik turunnya suku bunga dalam masa 10 tahun kredit tersebut. Sangat jelas dan tentunya memudahkan seseorang dengan profesi PNS, untuk lebih mantap mengatur pengeluarannya.

Dari kedua contoh di atas, beberapa orang memang pernah berkomentar tentang perbedaan cicilan dalam tabel angsuran yang ditawarkan. Misalnya bank konvensional A dengan cicilan Rp3,4 juta/bulan selama 10 tahun, sedangkan bank syariah B dengan cicilan Rp3,6 juta/bulan selama 10 tahun. Kebanyakan PNS mungkin akan berpikir mengambil yang cicilan lebih murah, lumayan perbedaannya Rp200 ribu.

Namun tahukah Anda, sebagai PNS Anda harus memegang suatu kepastian apabila berhutang? Artinya Anda harus tahu nilai cicilan itu hingga selesai. Anggaplah Anda mencicil di bank konvensional A, memang lebih murah. Namun itu hanya berlaku selama 2 tahun misalnya, tahun ketiga siapkah Anda dengan kenaikan cicilan akibat pembaruan suku bunga? Kenaikan ini tidak hanya bisa terjadi untuk setahun atau tahun ketiga itu saja, tapi tahun berikutnya bahkan bisa lebih naik lagi nilai cicilannya. Nah, bagi PNS yang umumnya tidak punya usaha lain, ini akan sangat memberatkan di kemudian hari. Memang sih ada yang mengatakan apabila suku bunga turun, maka nominal cicilan ini pun akan turun. Namun percayalah ,itu sangat jarang terjadi.

Maka saya sarankan, jika rekan-rekan PNS yang memang tidak punya usaha sampingan lainnya, alangkah baiknya jika memilih KPR melalui bank syariah yang lebih jelas perhitungannya dari awal hingga akhir. Selain itu, berdasarkan pengalaman saya, bank syariah sangat membantu apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika masa cicilan kredit. Seperti musibah yang mengakibatkan nasabah kesulitan membayar cicilan, sehingga mereka bisa memberikan keringanan restrukturisasi untuk meringankan nominal cicilan dengan penambahan tahun, tanpa mengubah sisa kredit menjadi lebih tinggi.

Nah, pilihan tetap ada di tangan masing-masing orang ya. Tulisan ini tidak lebih sebagai bahan referensi dan berbagi pengalaman serta pengetahuan saja. Semoga penjelasan di atas bisa menjadi bahan pertimbangan rekan-rekan semua dalam memilih KPR rumah idaman ya.

Jangan lupa juga, usahakan nominal cicilan Anda tidak lebih dari 60% gaji ya. Jangan digabung dengan tunjangan, karena itu sangat berisiko bagi keberlangsungan pengelolaan keuangan rumah tangga nantinya. Jadilah nasabah yang cerdas dan PNS yang cerdas.

Erniwati
Mataram, Nusa Tenggara Barat

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan

Komentar

  • Waduh, kirain komplain, ternyata opini. Apa nggak salah kamar ini di-tag Surat Pembaca?

  • Kalo konvensional harus membayar bunga, maka terkena riba. Sementara yg syariah akadnya bermasalah atau belum benar2 memenuhi prinsip syariah. Jadi, jauhilah keduanya dan beli cash saja.