Berita Konsumen

Indeks Kepercayaan Konsumen Rendah, Presiden Minta Perlindungan Konsumen Ditingkatkan

Media Konsumen, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rapat terbatas khusus di Kantor Presiden pada Hari Selasa, 21 Maret 2017, membahas soal perlindungan konsumen di Indonesia. Konsumsi masyarakat dinilai berkontribusi besar terhadap perekonomian dalam negeri.

Dalam rapat terbatas ini hadir Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan Nila F. Moloek, Ketua OJK Muliaman M. Hadad, Menristek Dikti M. Nasir, Menkominfo Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Membuka rapat tersebut, Jokowi mengatakan, dalam 5 tahun terakhir, konsumsi masyarakat menyumbang 55,94% dari pendapatan domestik bruto (PDB) di Indonesia. Sehingga sangat penting menjaga kepercayaan masyarakat untuk terus melakukan konsumsi di dalam negeri.

“Perekonomian nasional mayoritas masih digerakkan oleh konsumsi. Selain itu negara kita memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, yang berarti potensi pasar yang juga sangat besar dan juga sekaligus konsumen yang amat besar pula. Untuk itu edukasi dan perlindungan terhadap konsumen harus menjadi perhatian kita bersama,” tutur Jokowi saat membuka rapat di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/3/2017).

Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia Masih Rendah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, berdasarkan laporan yang diterimanya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia tahun 2016 masih rendah, yaitu 30,86 persen, atau baru sampai pada level paham, dibandingkan dengan IKK Eropa yang sudah mencapai 51,31 persen.

Hal tersebut disampaikan presiden Jokowi dalam pengantar rapat terbatas tentang Perlindungan Konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa siang (21/3/2017) sebagaimana dikutip dari laman resmi Sekretaris Kabinet RI.

Sementara terkait perilaku pengaduan konsumen, presiden juga menilai masih rendah.

“Secara rata-rata hanya 4, 1 pengaduan konsumen yang diterima dari 1 juta penduduk Indonesia. Sementara Korea 64 pengaduan konsumen terjadi di setiap 1 juta penduduk,” kata

Karena itu, Presiden menilai perlunya edukasi konsumen. Dibandingkan dengan negara-negara lain kata Jokowi, konsumen Indonesia baru pada tahap “paham” haknya, tapi belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Presiden menambahkan, edukasi konsumen juga diperlukan untuk membuat perilaku konsumen menjadi konsumen yang cerdas, konsumen yang bijaksana, dan perilaku konsumsinya diarahkan untuk tidak terjebak pada penyakit konsumerisme, serta mampu untuk melakukan konsumsi yang bersifat jangka panjang, mulai gemar menabung atau diinvestasikan kepada sektor-sektor produktif.

“Konsumen juga diajarkan mencintai produk-produk dalam negeri, sehingga industri nasional bisa berkembang dan lapangan bekerja bisa terbuka lebih banyak,” ujar Presiden.

Presiden Minta Perlindungan Konsumen Ditingkatkan

Presiden juga menekankan, perlunya diperhatikan masalah perlindungan konsumen, karena hal ini sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara efektif. Ia menegaskan, efektifitas kehadiran negara dilihat dari sejauh mana norma dan standar bisa dipenuhi, serta dipatuhi oleh para produsen. Dan sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum juga berjalan secara efektif.

Perlindungan dan edukasi konsumen di dalam negeri menjadi penting, karena banyaknya kasus-kasus yang merugikan bahkan sampai membahayakan konsumen.

“Beberapa contoh di antaranya terkait obat atau vaksin palsu, makanan di pasaran sudah kadaluwarsa. Mal praktik di bidang pelayanan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan transportasi, serta pembobolan kartu kredit dalam transaksi e-commerce,” tegas Jokowi.

Berdasarkan data yang dimilikinya, menurut Presiden, tingkat kepatuhan produsen terhadap kesesuaian standar produk dengan SNI (Standarisasi Nasional Indonesia) ternyata masih rendah. Hanya 42 persen barang yang beredar di pasaran sekarang ini sesuai dengan SNI.

“Ini artinya ada yang keliru, ada yang harus diperbaiki,” tegas Presiden Jokowi.

Karena itu, Presiden meminta, lembaga-lembaga perlindungan konsumen agar lebih bekerja keras, sehingga betul-betul bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. Terlebih, lanjut Presiden, berdasarkan data yang diterimanya hanya 22,2 persen yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.

Bagikan

Komentar

  • Di negara Indonesia sangat sulit untuk meminta perlindungan konsumen karena beberapa lembaga milik negara tidak mau memfasilitasi laporan dari konsumen

Penulis
Redaksi