Surat Pembaca

Debt Collector Bank DBS Tidak Punya Etika

Kepada Yth. Collection Bank DBS,

Sebelumnya perkenalkan nama saya Manda Asri Wijayanti nasabah KTA (Kredit Tanpa Agunan) dari Bank DBS dengan nomor kontrak 7800388410.

Saat ini saya memiliki tunggakan pembayaran kredit (KTA) Bank DBS, dikarenakan kesulitan ekonomi (saya sudah tidak lagi bekerja terhitung dari bulan Juni 2019). Akan tetapi sudah saya jelaskan kepada pihak bank dan atau bagian Collection Bank, mengenai hal ini akan saya lakukan pembayaran dengan sebelumnya melalui telepon untuk dapat diberikan keringanan.

Akan tetapi, beberapa kali dan informasi yang diberikan oleh pihak Collection kepada saya sebelumnya bahwa bagian penagihan sudah diserahkan kepada bagian lapangan atau pihak ketiga (Perusahaan Jasa Debt Collector Bank DBS). Sampai hari ini saya tidak diarahkan dan mendapat solusi dengan pihak Bank DBS mengenai permasalahan yang sebelumnya sudah saya jelaskan, sampai informasi tersebut disampaikan kepada saya melalui telepon.

Tepat pada tanggal 20 Februari 2020, suami saya yang masih bekerja di salah satu perusahaan swasta mendapat teror dari Debt Collector Bank DBS ke kantornya (bagian resepsionis dan recruitment), dimana kontak perusahaan suami saya kemungkinan mereka dapatkan melalui media pencarian (Google).

Melalui informasi pihak kantor (bagian resepsionis dan recruitment perusahaan) yang disampaikan bahwa Debt Collector Bank DBS berkata kasar (nada memaki) menghubungi perusahaan dengan meminta disambungkan dengan suami saya. Dimana suami saya saat ini berada di luar kota (Dinas Luar Kota). Hal ini dilakukan secara terus menerus, sehingga mengganggu pekerjaan dan komunikasi suami saya di luar kota dengan Perusahaan.

Selanjutnya selain itu juga saya pernah melayangkan pengaduan kepada DBS dengan email -20191203-000700 – Pelaporan DC penagihan diatas jam 7 mlm – Ibu Manda Asri Wijayanti. Dimana saya pernah dilakukan penagihan oleh Debt Collector yang dilakukan pukul 19.30 WIB. Namun tidak ada respon positif dari pihak DBS, atau arahan untuk dapat berkomunikasi secara baik dan positif untuk menyelesaikan masalah ini.

Cara yang dilakukan Debt Collector tersebut sangat tidak wajar dan tidak ada etika jika beracuan kepada peraturan mengenai Penagihan OJK & Bank Indonesia, yaitu , dari hasil pencarian saya, berikut adalah etika Debt Collector yang diatur oleh BI:

– Secara garis besar, Debt Collector tidak boleh melakukan penagihan kepada selain nasabah dan melakukan ancaman, kekerasan juga tindakan yang dapat mempermalukan nasabah.
– Penagihan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alamat penagihan atau domisili nasabah.
– Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu nasabah.

Perlu juga diketahui mengenai penagihan tersebut Debt Collector yang dimana adalah pihak ketiga yang ditunjuk Bank DBS dapat digugat dengan peraturan sebagai berikut:

Pasal 368 KUHP
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :
a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing).Pemeras itu pekerjaannya: 1) memaksa orang lain; 2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; 3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369.
c. Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370), tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan “penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan);
d. Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras.

Pasal 369 KUHP
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.

Pasal 378 KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Penggolongan preman sebagai target operasi :
a) preman yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban (mabuk-mabukan, mengganggu lalu lintas, ribut-ribut di tempat umum).
b) preman yang memalak (meminta dengan paksa) di lokasi umum (misalnya menjual majalah secara paksa, mengemis dengan gertakan, mendorong mobil mogok minta uang dengan paksa, memalak masyarakat / perseorangan yang menaikkan dan menurunkan bahan bangunan di pabrik / industri / komplek perumahan, parkir liar dengan meminta uang secara paksa, dan lain-lain sejenis)
c) preman debt collector (penagih utang dengan memaksa / mengancam nasabah, menyita dengan paksa, menyandera)
d) preman tanah (menguasai / menduduki lahan / property secara illegal yang sedang dalam sengketa dengan memaksakan kehendak satu pihak)
e) preman berkedok organisasi (organisasi jasa keamanan, preman tender proyek dan organisasi massa anarkis)

Mohon email ini dapat direspon dengan baik dan secara komunikatif kepada saya, sebagai informasi nomor handphone sesuai dengan data saya masih dapat dihubungi sampai saat ini.

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Manda Asri Wijayanti
Bekasi

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan

Tanggapan Atas Surat Pembaca Ini

Tanggapan Bank DBS Indonesia atas Surat Sdri. Manda Asri

Redaksi Surat Pembaca Mediakonsumen.com Yth., Pertama-tama, kami ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mediakonsumen.com. Melalui surat ini, kami...
Baca Selengkapnya

Komentar

  • Terima kasih kepada bapak/ibu yang sudah mau berkomentar pada artikel media konsumen saya. Saya ucapkan maaf atas slow respon untuk membalas komentar bapak/ibu satu persatu dikarenakan kesulitan saya mengakses internet.

  • Menagih bukan kepada debitur/nasabah apalagii sampai menghubungi kantor yang bukan debitur/nasabahnya itu SALAH BESAR dan MELANGGAR ATURAN OJK dan BANK INDONESIA mengenai cara penegihan/collection.