Surat Pembaca

Penagihan DC Kartu Kredit BNI Kepada Rekan-Rekan Kerja Saya

Kepada Yth. Media Konsumen,

Izinkan saya berbagi keluh kesah yang saya alami dengan cara penagihan dari debt collector Kartu Kredit BNI. Saya memang telah mengikuti program pelunasan. Namun karena satu dan lain hal yang disebabkan masalah dan kondisi kesehatan orang tua saya, semenjak November tahun lalu saya tidak mengikuti tabel cicilan pelunasan yang ada.

Sudah saya coba jelaskan kepada DC yang menghubungi saya, tetapi alangkah terkejutnya bahwa sistem penagihan untuk Bank BUMN sekelas BNI lebih parah daripada penagihan DC aplikasi pinjaman online. DC tersebut sudah meneror tempat kerja saya, menghubungi pihak HRD dan rekan kerja saya, yang mana baru hari ini saya mendapati DC tersebut berbicara tidak sopan kepada rekan-rekan kerja saya dengan nada yang keras.

Terlampir lewat WhatsApp screenshot juga DC yang menghubungi saya, seakan-akan mengancam tentang status pekerjaan saya. Yang mana secara tidak langsung apa yang dia lakukan dapat membuat saya kehilangan pekerjaan saya (di situ saya merasa ada unsur pengancaman).

DC yang menghubungi saya bahkan bisa mengancam tentang pekerjaan saya

Di sini saya ingin berkeluh kesah dan bertanya tentang SOP dan proses penagihan yang dilakukan DC tersebut terhadap saya. Mengacu dengan bagaimana tim collection seharusnya memberikan solusi tanpa unsur pengancaman. Sebagai sebuah bank di bawah institusi BUMN, seharusnya BNI lebih bisa lebih memberikan pelatihan kepada DC pada setiap proses penagihan. Saya bertanya apakah unsur AKHLAK yang selalu menjadi pedoman BUMN sekarang tidak diindahkan lagi ?

Demikian informasinya. Terima kasih.

Galih Saputra
Depok, Jawa Barat

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Bagikan

Belum Ada Tanggapan Atas Surat Pembaca Ini

Surat pembaca ini belum mendapatkan tanggapan dari pelaku usaha terkait. Jika Anda adalah pihak yang terkait dengan pertanyaan/permohonan/keluhan di atas, silakan berikan tanggapan resmi melalui tautan di bawah ini:

Komentar

  • Ts sudah benar dgn tdk merespon dc. Mau anda respon mereka 25 jam sehari jg percuma kalau anda blm mampu byr tetap aja mereka meneror kemana2. Jd selama anda blm mampu byr abaikan setiap telp dc. Nanti kalau anda uda mampu byr baru anda respon mereka. Sama dc yg tak jelas tak perlu kooperatif, kooperatif itu sama aparat penegak hukum.

  • Cuma mau mendoakan ts dan kita semua agar terhindar seperti kondisi tsb diatas

  • Gampang sih sebenarnya. Jika memang memiliki kendala, ingat debitor selalu harus pro-aktif menjelaskan ke pihak kreditor. Kalau posting di MK mah, terkesan si debitor sendang mencari alasan buat menyurutkan salah satu pihak di MK.

  • Di Media Konsumen ini kalau tidak salah ada 2 lawyer dengan nama Mang dan Lawan Secara Hukum. Mungkin TS bisa minta bantuan mereka secara pro bono. Karena kalau masih dikenai fee lawyer per jam ya amit2 mas, tambah norok. Mereka berdua cukup aktif dan telaten membantu korban gagal bayar di sini. Jadi seharusnya mereka juga mau membantu mas TS.

    • @Suprapto. Saya bukan lawyer dan blm sarjana hukum. Kalau mau cari lawyer yg pro bono bisa lgsg dtg ke LBH. Kalau ga salah mereka memang sudah disediakan anggaran dari pemerintah utk membantu korban2 yg secara financial tdk mampu. Cmiiw

  • Kalo sudah sampe ke rekan atau hrd berarti anda tidak punya itikad angkat telp atau berbicara dengan agen penagihan. Simple aja setiap Ada telp angkat dan bicaralah jangan menghindar dan merasa di dzolimi. Itu sudah resiko. wajar kalo sampe ke rekan dan hrd karena anda tidak ada itikad mengangkat telp. Dimana mana dc seperti itu.

  • Lah si TS juga geblek, ditelponnin kgk diangkat2, minimal angkat aje, ngomong receh ape kek gitu, jgn didiemin,.. sukurin aje lah klo begindang.. ?

  • Kalo sampe ketemen Kantor dan HRD berarti mereka dah sulit untuk menghubungi anda.

    Sekarang anda berharap agar tidak menagih.. sementara anda sendiri belum membayar tagihan anda.. pinginnya anda apa tho?

    • Pengennya segala sesuatu dijalankan sesuai aturan/regulasi yg sudah ditetapkan. Semua sudah ada undang-undang yg dibuat utk mengatur setiap pelanggaran/perbuatan melawan hukum. Tegas nya ini adalah negara hukum, jika ada sengketa antara debitur dan kreditur silahkan diselesaikan dgn jalur yg sudah disepakati. Bukan main hakim sendiri. Kalau dianggap debitur nakal punya duit tapi tdk mau membayar, silahkan gugat ke pengadilan, bukan meneror membabi buta terlebih meneror kepada org yg tdk ada hubungannya.

      • dalam peraturan BI juga dah jelas jika merasa penagihannya "melanggar etika" dapat diadukan pada Bank Penerbit Kartu kredit, TS aja nggak mau ngehadapin banknya... malah bikin drama di MK

  • Ada solusinya, pindah tempat kerja saja bro. Saya dapet telpon tagihan terus di kantor dari beberapa mantan karyawan di sini dan gak cuma 1-2 orang yg dicari ya, jadi sepertinya pada pakai trik seperti itu karena mungkin alasan mereka keluar karena itu

  • Hati2 lo yg suka berutang.. Khususnya yg punya kerjaan..

    Sekilas Tentang Hutang Piutang
    Utang piutang merupakan peristiwa dimana kreditur (pihak yang memberikan pinjaman) akan memberikan pinjaman kepada debitur (pihak yang menerima pinjaman) sejumlah uang yang harus dikembalikan beserta bunganya dalam jangka waktu yang telah disepakati. Biasanya utang piutang selalu dilakukan dengan perjanjian agar para pihak di dalamnya terikat secara hukum.

    Dalam KUHPerdata, utang piutang dapat dilakukan dengan perjanjian pinjam meminjam. Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah terntentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

    Wanprestasi
    Namun dalam praktik pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam, banyak terjadi peristiwa dimana debitur lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar utang kepada kreditur. Keadaan tersebut dapat dianggap wanprestasi atau keadaan dimana debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan tepat waktu/dilakukan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

    Lebih lanjut, wanprestasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa si berutang dinyatakan lalai/cidera janji apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis (somasi) atau berdasarkan dari perikatannya sendiri dianggap lalai karena telah lewat dari waktu yang ditentukan. Karena wanprestasi dapat terjadi akibat perikatan yang timbul antara kreditur dan debitur maka dalam utang piutang, penyelesaian kasus dapat diselesaikan melalui gugatan perdata.

    Agar debitur dinyatakan wanprestasi terhadap perjanjian utang piutang, kreditur harus mengajukan gugatan ke pengadilan terlebih dahulu. Jika amar putusan pengadilan mengabulkan tuntutan dari kreditur, debitur baru dapat dinyatakan wanprestasi. Dalam kasus wanprestasi yang diselesaikan secara perdata, debitur dapat dimintai pertanggungjawaban hukum untuk membayar ganti rugi atas tidak dipenuhinya prestasi tersebut.

    Namun, perlu diingat bahwa setiap tuntutan termasuk ganti rugi yang diminta harus dituliskan secara lengkap dan jelas dalam surat gugatan. Hal ini karena dalam gugatan perdata berlaku sebuah asas yang disebut ultra petita atau hakim dalam putusannya tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi apa yang diminta. Jadi jika kreditur tidak menuntut ganti rugi dalam surat gugatan, putusan atas kasus wanprestasi tidak akan memuat mengenai ganti rugi.

    Selain diselesaikan secara perdata, debitur yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utang juga dapat digugat atas tindak pidana penipuan/penggelapan. Namun untuk menggugat debitur secara pidana, tindakan yang dilakukan debitur tersebut harus memenuhi unsur yang diatur dalam KUHP. Selain itu, kreditur juga harus memiliki bukti yang kuat untuk diajukan karena ketika terdapat unsur yang tidak terpenuhi dan bukti tidak mencukupi maka debitur dapat terlepas dari pertanggungjawaban pidana dan terbukti tidak bersalah.

    Jika kreditur melaporkan tindakan debitur ke kepolisian sebagai penggelapan, menurut Pasal 372 KUHP tindakan tersebut harus memenuhi unsur sengaja, melawan hukum, memiliki barang orang lain dalam hal ini utang/uang milik kreditur, dan barang tersebut dikuasai bukan karena kejahatan. Apabila kreditur melaporkan debitur atas tindak pidana penipuan maka tindakan tersebut harus memenuhi unsur dalam Pasal 378 KUHP, diantaranya :

    -Memiliki tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan cara melawan hukum.
    -Memakai nama palsu, martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan.
    -Menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang kepadanya, supaya memberi utang atau menghapuskan piutang.

    Sebagai informasi, penipuan dan penggelapan merupakan delik aduan sehingga penegak hukum hanya dapat memproses tindak pidana tersebut jika kreditur memutuskan untuk melaporkan debitur ke kepolisian. Apabila debitur terbukti melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan maka debitur dapat diancam pidana penjara paling lama 4 tahun.

    Sumber::
    https://kontrakhukum.com/article/kasus-utang-piutang/#:~:text=Apabila%20debitur%20terbukti%20melakukan%20tindak,penjara%20paling%20lama%204%20tahun.