Ilustrasi Wawasan Bila Rasa Kencing Tidak Tuntas, Kaum Pria Waspadai Gejala Benign Prostat Hyperplasia 21 Februari 2018 dr. Fathul Djannah, SpPA | Universitas Mataram 1 Komentar Benign Prostat Hyperplasia, BPH, Gangguan prostat, Kesehatan, Kesehatan pria Ikuti kami di Google Berita Oleh dr.Fathul Djannah, Sp.PA. ”Kenapa saya waktu BAK (buang air kecil) rasanya tidak tuntas ya? Harus mengejan supaya BAK nya habis. Saya juga sering bangun malam karena harus BAK berulang kali. Saya kenapa ya? Saya kena diabetes ataukah saya kena prostat? Apa sih penyakit prostat itu?” Tanya seorang pasien beumur 70 tahun di kamar praktek saya beberapa waktu yang lalu. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar prostat yang mengakibatkan terganggunya aliran urine dan menimbulkan gangguan miksi. BPH merupakan kelainan jinak yang paling sering menimpa pria, insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di belakang dari kandung kemih buli-buli, di depan usus besar dan membungkus saluran kencing yang belakang/uretra posterior. Berbentuk seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan berat kurang lebih 20 gram. BPH terbentuk pada zona transisional. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat. Faktor-faktor resiko terjadinya BPH masih belum jelas, beberapa penelitian mengarah pada predisposisi genetik/faktor keturunan. Penderita yang memiliki orang tua yang menderita BPH memiliki resiko 4 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. Selain itu adalah adanya multifaktor yang antara lain adalah menurunnya kadar testosterone di mana pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. Bisa juga karena infeksi pada prostat yang dapat menyebabkan risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya BPH Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Bila ada keluhan dari BPH dapat terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruksi berupa penurunan pancaran urin, rasa tidak tuntas saat berkemih, mengejan saat berkemih dan urin menetes setelah berkemih. Gejala iritatif berupa urgensi/rasa “kebelet” BAK, lebih sering BAK (frekuentif) dan nokturia (BAK sering di malam hari). Anamnesa yang lengkap dan mendalam dilakukan untuk menyingkirkan etiologi penyebab yang lain seperti Infeksi Saluran Kencing, Gangguan Saraf Kandung Kemih, mengecilnya uretra dan kanker prostat. Pemeriksaan fisik berupa colok dubur dan pemeriksaan neurologis dilakukan pada semua penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah ukuran dan konsistensi prostat. Pada pasien BPH, umumnya prostat teraba licin dan kenyal. Apabila didapatkan hasil pemeriksaan yang lain maka diperlukan evaluasi yang lebih lanjut seperti pemeriksaan kadar Prostat Spesific Antigen (PSA) dan transrectal ultrasound serta biopsy. Peningkatan kadar PSA serum menjadi penanda penting dari berbagai penyakit prostat, termasuk diantaranya BPH, infeksi prostat, dan kanker prostat. Nilai normal dari PSA adalah di bawah 4 ng/ml. Pemeriksaan Laboratorium dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan infeksi dan BAK dengan darah. Serum kreatinin diperiksa untuk evaluasi fungsi ginjal. Gangguan fungsi didapatkan dari 10% penderita BPH. Diagnosa banding BPH adalah obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktur uretra, kontraktur pada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat kelainan neurologis, stroke, DM (diabetes mellitus) dan cedera tulang belakang dapat mengarah juga ke gangguan berkemih. Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan operasi berupa kerokan atau pengangkatan prostat utuh. Indikasi untuk pembedahan berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang berulang, BAK dengan darah bergumpal gumpal yang berulang, batu buli akibat BPH, adanya gangguan fungsi ginjal. (*) Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Entjep Sunardhi21 Februari 2018 - (16:04 WIB)Permalink Tulisan ilmiah pop yang bagus dan perlu. Login untuk Membalas