Implementasi Kebijakan UU Perlindungan Konsumen Terkait dengan Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen

Oleh Syukni Tumi Pengata, S.H., M.H.

Pemerintah telah membentuk:

a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja (lihat pasal 55 UU. No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen), dan tanpa ada penawaran banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan (lihat pasal 56 dan 58 UU. No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen), sederhana karena proses penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan murah karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan. Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)).

Tugas dan wewenang BPSK berdasarkan ketentuan Pasal 52 meliputi:

  • a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
  • b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  • c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  • d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;
  • e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  • f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  • g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
  • h. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;
  • i. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
  • j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
  • k. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  • l. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Untuk menindaklanjuti ketentuan undang-undang tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI telah mengeluarkan SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diselesaikan melalui cara Konsiliasi atau Mediasi atau Arbitrase, yang dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan, dan bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang (Pasal 4). Metode penyelesaian kasus sengketa antara konsumen dan pelaku usaha ada tiga yaitu konsiliasi, mediasi atau arbitrase.

b. Pemerintah juga membentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. BPKN mempunyai tugas:

  1. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
  2. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
  3. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
  4. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
  5. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
  6. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Implementasi Kebijakan UU Perlindungan Konsumen Terkait dengan Pasal 3…

oleh SYUKNI TUMI PENGATA dibaca dalam: 2 menit
0