Ridwan Kamil vs Sopir Angkot dan Saatnya Membenahi Angkutan Umum Kita

Ramai diberitakan saat ini Walikota Bandung Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil dilaporkan ke Polda Jabar oleh seorang sopir angkutan kota bernama Taufik Hidayat. Sopir tersebut mengaku telah ditampar di bagian muka dan dipukul di bagian perut. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat 18 Maret 2016 sekitar pukul 11.30 WIB di kawasan Alun-alun Kota Bandung.

Laporan dugaan pemukulan sudah dibuat oleh pelapor dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Panglima dengan pada hari Sabtu (19/3) dengan nomor LP.B/277/III/2016 JABAR. Demikian dijelaskan oleh Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Sulistyo Pudjo seperti yang dilansir Harian Pikiran Rakyat (21/3).

Ridwan Kamil sendiri telah membantah melakukan pemukulan. Dalam linimasa twitternya Ridwan menulis bantahannya sebagai berikut:

Terlepas bagaimana proses hukum tersebut nanti akan berjalan, dari sudut pandang saya sebagai konsumen apa yang dilakukan oleh Ridwan Kamil sebenarnya memberikan gambaran puncak gunung es tentang buruknya sistem angkutan umum (perkotaan) di negara kita. Angkutan umum plat hitam seperti dalam kasus di atas semakin menambah karut marutnya sistem transportasi. Bagaimana tidak, keberadaan angkutan kota (angkot) resmi saja sudah berkontribusi besar terhadap kesemrawutan lalu lintas (ngetem dan berhenti di sembarang tempat, berhenti mendadak dan sebagainya), apalagi jika ditambah angkutan umum tidak resmi.

Moda transportasi angkot ini sebenarnya kalau kita perhatikan hanya terjadi di negara-negara dimana pemerintahnya belum siap memberikan layanan angkutan umum massal bagi warganya. Dalam hukum ekonomi permintaan dan penawaran, saat permintaan angkutan umum lebih tinggi daripada kesiapan pemerintah untuk memenuhinya, maka muncullah penawaran dari individu-individu partikelir, salah satunya adalah dalam bentuk angkot. Dan tentu sebagai bisnis yang dikelola swasta maka orientasinya adalah laba atau keuntungan. Maka tidak heran jika banyak kita dengar kasus sopir angkot yang ugal-ugalan karena mengejar setoran, atau ngetem tak kenal waktu dan tempat, semua adalah atas nama setoran dan laba.

Berkaca kepada negara-negara yang sudah maju, moda transportasi umum perkotaan yang dikenal hanyalah 3 jenis, yaitu: kereta (subway, monorel, trem), bis kota dan taksi. Umumnya kereta dan bis kota dikelola oleh negara (atau bekerja sama dengan swasta dalam bentuk saham publik) dan yang dikelola penuh oleh swasta hanyalah taksi. Kereta dan bis kota adalah moda transportasi yang terikat oleh rute dan jadwal perjalanan berkala. Sedangkan taksi adalah moda transportasi yang tidak terikat oleh rute dan jadwal berkala. Dengan keluwesan taksi yang tidak terikat rute dan jadwal tentunya tarif taksi lebih tinggi daripada 2 moda transportasi lainnya. Bandingkan dengan di negara kita, angkot adalah moda transportasi dengan rute tertentu tapi tanpa kepastian jadwal.

mrtsing
Transportasi angkutan massal umum di Singapura

Sebagai moda transportasi umum yang bersifat massal (daya angkut besar) kereta dan bis kota maka jumlah unitnya bisa ditekan lebih sedikit dibanding angkot (1 bis kota bisa mengangkut penumpang setara dengan 6-8 angkot). Dengan unit yang lebih sedikit dan dalam pengelolaan perusahaan terbatas maka juga akan mudah dalam pengelolaan keuangannya. Sehingga orientasi utamanya adalah keamanan dan kenyamanan penumpangnya, serta ketepatan waktu sesuai jadwal. Sopir digaji dengan layak tanpa dibebani target setoran sehingga mereka tidak peduli apakah kendaraannya kosong atau tidak mereka tetap akan memberangkatkan sesuai jadwal dengan kecepatan yang sudah ditentukan. Dalam banyak contoh kendaraan umum di negara lain (bis dan kereta) juga memperoleh keuntungan dari iklan yang ditempelkan di badan dan atau interior kendaraan. Disini kepentingan penumpang benar-benar diperhatikan, konsumen benar-benar sebagai raja. Pembaca yang pernah merasakan nyamannya angkutan umum di negara-negara maju seperti Singapura pasti setuju dengan saya.

Maka dengan momentum kasus Ridwan Kamil vs sopir angkot (plat hitam) dan belajar dari moda transportasi di negara maju ini, menurut saya, sebaiknya keberadaan angkot baik yang resmi maupun tidak resmi harus mulai dihapuskan dan diganti dengan kendaraan umum yang lebih massal dan terjadwal dengan baik. Perlu waktu dan biaya besar memang untuk membuat sistem kereta bawah tanah, tapi kalau digantikan dengan moda bis kota tentunya bukan perkara yang terlalu sulit. Lalu bagaimana dengan nasib para pemilik angkot jika moda angkot dihapus? Tidak perlu khawatir, pemerintah bisa membuat sebuah perusahaan patungan dengan swasta atau dalam bentuk koperasi dimana kepemilikan angkot oleh swasta perseorangan bisa langsung dikonversi dalam bentuk saham sesuai porsinya. Maka tidak ada kepentingan yang dikorbankan. Warga sebagai konsumen angkutan umum diberikan fasilitas dan pelayanan yang lebih baik dan manusiawi. Sementara di sisi lain individu para pemilik angkot tetap terlindungi kepentingan ekonominya dalam bentuk kepemilikan saham.

Saya percaya banyak ahli transportasi dan tata kota yang lebih paham soal transportasi umum perkotaan ini dan bisa mendiskusikan dalam forum diskusi atau seminar lebih lanjut. Tapi yang dibutuhkan sekarang ini adalah political will dari pemerintah dan para legislator untuk mulai membenahi transportasi umum ini. Dan pemimpin yang visioner dan memiliki nyali seperti Ridwal Kamil ini harus berani memulai perubahan besar ini. Semoga.

Bagaimana menurut pendapat Anda?

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

2 komentar untuk “Ridwan Kamil vs Sopir Angkot dan Saatnya Membenahi Angkutan Umum Kita

  • 21 Maret 2016 - (13:07 WIB)
    Permalink

    Mungkin akan ada yang mengatakan “tidak semudah itu untuk membenahi angkutan umum”, tapi dengan kemauan dan kerja keras saya kira “juga tidak sesulit yang dibayangkan” ?

 Apa Komentar Anda?

Ada 2 komentar sampai saat ini..

Ridwan Kamil vs Sopir Angkot dan Saatnya Membenahi Angkutan Umum Kita…

oleh Dadang Syahid dibaca dalam: 3 menit
2