Pengalaman Stuart Collin menjadi Konsumen Belanja Online

Belanja online saat ini sudah merupakan hal yang sangat lazim dilakukan konsumen di Indonesia. Sesuatu yang dua puluh tahun yang lalu tidak terbayangkan perkembangannya akan sepesat sekarang. Kemacetan di jalan raya, semakin murah dan mudahnya akses internet beserta gawai digitalnya, serta kemudahan dan keamanan pembayaran secara digital adalah beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan pola belanja Konsumen Indonesia dari konvensional ke belanja online.

Bisa dipahami dengan kondisi kemacetan di kota-kota besar seperti saat ini, pergi ke suatu tempat hanya untuk membeli sebuah produk akan membutuhkan banyak pengorbanan, terutama waktu. Maka jika urgensi atas suatu barang itu tidak terlalu tinggi, konsumen cenderung memilih untuk membeli barang secara online. Yang menarik adalah, perubahan perilaku konsumen ini juga tidak hanya terjadi saat konsumen melakukan keputusan pembelian, tetapi juga saat mereka masih melakukan pilihan, atau lazim dikenal window shopping. Zaman dulu window shopping ini juga sekaligus ajang rekreasi, tetapi sekarang sebagian besar konsumen juga sudah menikmati windows shopping secara online, alias melakukan browsing barang-barang di gawai mereka. Shopping dan window shopping kini hanya sejangkauan jari-jari tangan saja.

Menanggapi trend perubahan perilaku konsumen ini maka beberapa pelaku usaha menangkapnya dengan jeli, maka kini bermunculan toko-toko yang menjajakan barangnya secara online. Ada beragam jenis pedagang online ini, baik pelaku usaha indvidual yang berkumpul di pasar online (online marketplace), seperti www.tokopedia.com, www.bukalapak.com, atau semacam mall online seperti www.blibli.com, www.lazada.co.id, www.mataharimall.com dll. Namun banyak juga orang yang menjual barangnya secara individual dengan sarana promosi melalui media sosial seperti twitter, facebook, instagram, dll.

Namun seperti dua sisi mata uang, pertumbuhan pola belanja online ini selain membawa kemudahan bagi konsumen dalam bertransaksi, tetapi juga membawa kesulitan tersendiri saat menghadapi masalah atas barang/jasa yang dibelinya. Hubungan online adalah hubungan jarak jauh antara konsumen dan penjual sehingga konsumen harus yakin jika terjadi masalah atau keluhan, maka pihak penjual bisa dihubungi dengan mudah dan penjual tanggap terhadap keluhan konsumen.

Jika konsumen berhubungan dengan pelaku usaha yang jelas, jika terjadi ketidakpuasan atau masalah maka lebih mudah untuk menyelesaikannya. Karena umumnya mereka memiliki layanan pelanggan (customer care) yang mudah dihubungi. Meski hal tersebut juga tidak merupakan jaminan, karena banyak juga pelaku usaha yang jelas yang kurang responsif menanggapi keluhan konsumen. Tetapi paling tidak hal itu masih lebih baik dibandingkan jika konsumen berhubungan dengan pelaku usaha individual yang berjualan melalui sarana media sosial. Meskipun ini pun tidak bisa dijadikan standar, karena ada juga pelaku usaha yang berjualan secara individual di media sosial yang justru lebih tanggap terhadap keluhan konsumennya.

Karena itu bagi konsumen, dikotomi antara pelaku usaha yang jelas dan pelaku usaha individual di media sosial menjadi tidak relevan dalam konteks menanggapi keluhan konsumen. Kini yang terpenting bagi konsumen sebelum melakukan belanja online adalah dengan cara mencari referensi sebanyak-banyaknya tentang reputasi penjual, baik referensi pribadi dari lingkaran pertemanan maupun dengan membaca pengalaman konsumen lain di situs seperti www.mediakonsumen.com ini.

Sehingga keluhan seorang konsumen bukan hanya sebagai sarana curhat semata, tetapi lebih jauh bisa menjadi sumber rujukan bagi konsumen lain sebelum membeli produk/jasa yang sama.

Menarik untuk menyimak pengalaman Stuart Collin, seorang aktor di industri perfilman di Indonesia. Sebagai seorang konsumen, Stuart tidak terlepas dari pengalaman buruk saat melakukan belanja online. Stuart menuturkan belanja online yang dia maksud adalah belanja sebuah produk kaos yang ditawarkan melalui Blackberry Messenger (BBM). Namun ternyata kaos yang tampilannya sangat keren saat ditawarkan di BBM ternyata sangat mengecewakan saat barang diterima. Stuart menuturkan kualitas bahan dan sablon sangat buruk dan tidak sesuai iklannya.

Kecewa dengan barang yang diterimanya, Stuart mencoba menghubungi penjual, namun bukannya tanggapan dan solusi yang didapat, pihak penjual justru lepas tangan dan tidak menanggapi sama sekali keluhan Stuart sebagai konsumen. Saat hal ini terjadi, sama seperti konsumen belanja online via medsos, mayoritas hanya bisa diam dan menyimpan kekecewaannya dalam hati saja. Seperti yang dituturkan Stuart, yang bisa dia lakukan paling hanya bercerita kepada teman-temannya secara terbatas.

Stuart menyambut baik jika ada situs yang bisa menjembatani komunikasi antara konsumen dan pelaku usaha seperti MediaKonsumen.com, sehingga apa yang diinginkan oleh konsumen bisa didengar oleh produsen/pelaku usaha, atau paling tidak bisa membuat hati lebih lega daripada menyimpan kekecewaan dalam hati. Simak penuturan lengkap Stuart Collin dalam video berikut ini:

 

(Reportase Widhi SU)

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Pengalaman Stuart Collin menjadi Konsumen Belanja Online

oleh Redaksi dibaca dalam: 3 menit
0