Let’s Become a Leader for a TB-free World: Mari Bersama Gerakkan TOSS TB

Oleh dr. Fathul Djannah, Sp.PA.

Tanggal 24 Maret dicanangkan sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia dan di tahun 2018 ini WHO mengangkat tema “Wanted: Leaders for a TB-free World” yang mengajak seluruh unsur di masyarakat dunia di daerahnya masing-masing untuk berpartisipasi dalam memberantas TB. Tidak hanya di tingkat Kepala Negara dan Menteri Kesehatan namun komitmen ikut berpartisipasi harus juga berasal dari Gubernur, Walikota, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, para dokter,  perawat dan tenaga kesehatan, LSM, para pemuka agama dan pemuka masyarakat.

Mycobacterium TB sejak ditemukan 1882 oleh Robert Heinrich Herman Koch di Jerman sampai sekarang menjadi momok seluruh dunia.

Penularannya melalui airborne infection/droplet infection (infeksi lewat udara atau kuman yang ikut keluar bersama dahak atau cairan dari batuk) dan tanpa pemahaman dan keinginan kuat untuk sembuh dari penderita serta dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang terus menerus maka penderita TB yang tidak ditemukan atau yang berhenti pengobatan/putus obat dapat menciptakan fenomena yang menurut penulis seperti fenomena “zombie” di film Resident Evil.

Ancaman penularan dari pasien dengan Obat Anti Tuberculosis (OAT) yang resisten berlaku kepada siapa saja termasuk anak anak yang rentan terhadap infeksi. Pengalaman di lapangan, penulis juga mendapatkan pasien dengan TB kelenjar yang belum sembuh meskipun sudah minum OAT selama 2 tahun.

TB Kelenjar yang sudah terapi OAT selama 2 tahun tapi masih muncul benjolan berisi nanah (foto dok. Pribadi)

Berbagai macam usaha pemerintah Indonesia dan para profesional serta petugas medis untuk memberantas TB dan yang terbaru adalah gerakan TOSS TB yang diusung sejak 2016 sebagai salah satu ikhtiar “jihad” melawan TB. Gerakan ini juga akan lebih maksimal bila didukung oleh elemen masyarakat yang  lebih banyak lagi sesuai dengan tema yang dicanangkan WHO di Hari TB Sedunia 2018 ini.

TOSS TB adalah:

TEMUKAN TB-OBATI -SAMPAI-SEMBUH yang merupakan slogan sekaligus kegiatan nyata melalui penemuan aktif dan masif dan sekaligus mendorong pasien TB untuk berobat hingga sembuh dalam rangka meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat. Dibutuhkan upaya dari semua pihak untuk berpartisipasi mensukseskan gerakan TOSS TB ini.

TEMUKAN TB, menemukan pasien TB baru maupun pasien TB yang putus berobat yang ada di sekitar kita bukanlah hanya kewajiban para petugas Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan masyarakat namun masing-masing dari kita juga harus berinisiatif untuk menemukan, melaporkan kepada petugas kesehatan bahkan mengajak periksa dan berobat pada penderita yang dicurigai TB atau penderita TB putus obat.

Adapun gejala penderita yang dapat dicurigai TB adalah :

  1. Batuk tidak sembuh lebih dari dua minggu.
  2. Batuk darah.
  3. Demam yang hilang timbul lebih dua minggu
  4. Keluar keringat dingin di malam hari tanpa aktifitas disertai keluhan lemah dan/atau penurunan aktifitas sehari-hari.
  5. Badan bertambah kurus tanpa sebab disertai penurunan nafsu makan.
  6. Adanya benjolan di leher, ketiak atau di daerah badan yang lain.
  7. Observasi pada keluarga pasien TB

OBATI-SAMPAI-SEMBUH

Penderita yang yang sudah didiagnosis pasti Tuberkulosis harus berobat sampai sembuh agar tidak terjadi penderita TB yang berhenti pengobatan di tengah jalan. Lamanya pengobatan sering menjadi kendala penderita untuk rutin minum obat sehingga dibutuhkan bantuan keluarga sebagai orang terdekat untuk senantiasa mengingatkan. Pengawasan melekat dari tenaga kesehatan terdekat juga menjadi salah satu kunci keberhasilan gerakan TOSS TB.

Penderita dengan pengobatan berhenti sebelum selesai masa waktunya maka dapat menularkan kuman yang kebal pada OAT disebut sebagai TB Multi Drug Resisten (TB MDR). Membutuhkan pengobatan yang lebih kuat dengan harga yang lebih mahal, waktu yang lebih lama dan dengan efek samping yang lebih besar.

Anak umur 12 tahun dengan keluhan benjolan di perut bawah dan didiagnosis TB sampai ke tulang setelah dilakukan CT Scan dan FNAB. (foto dok. Pribadi)

Pemahaman yang baik tentang TB serta semangat yang kuat untuk sembuh pada penderita TB, dukungan terutama dari keluarga serta orang-orang di sekeliling penderita dan juga para petugas kesehatan serta kebijakan dari elemen Pemerintah juga dukungan dari elemen lembaga swadaya masyarakat dan motivasi dari pemuka agama dan masyarakat akan membantu meningkatkan angka keberhasilan terapi TB dan menurunkan angka penularan TB dan MDR TB menuju Indonesia Bebas TB di tahun 2050.

Preventif is The Key, Pencegahan adalah Kunci

Seperti yang disebutkan pada video yang dirilis oleh Kemenkes RI , untuk mencegah penularan TB dimulai dari diri sendiri baik “penderita TB agar tidak menularkan kuman TB ke orang lain” ataupun “yang bukan TB agar tidak tertular” yaitu dengan cara antara lain:

I. Bila batuk:

  1. Palingkan muka.
  2. Tutup mulut dengan tangan/lengan bagian dalam.
  3. Pakai Masker/Tisu.
  4. Bila meludah, jangan sembarangan.
  5. Cuci tangan pakai sabun.

II. Bila batuk lebih dari 2 minggu atau terdapat gejala seperti di atas segera ke puskesmas atau sarana kesehatan terdekat.

III. Menjaga kesehatan dengan makan makanan bernutrisi, olahraga, rumah terkena matahari setiap hari.

https://youtu.be/2nGVBMUxulk

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Let’s Become a Leader for a TB-free World: Mari Bersama Gerakkan…

oleh dr. Fathul Djannah, SpPA | Universitas Mataram dibaca dalam: 3 menit
0