“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 9

Bagian 9. Bertandang ke Camp Nou, Kandang FC Barcelona

Sambungan dari bagian 8

Saat pagi mulai meninggi, Jumat 23 Juni pukul 8 pagi beranjak dari hostel menuju halte Barcelona Bus Turistic Hop-On Hop-Off (biasa disingkat HOHO). Harga tiket terusan untuk masa berlaku satu hari adalah 29 euros untuk dewasa tapi bagi para senior berusia 65 tahun ke atas ada harga khusus 25 euros. Bisa dipakai mulai pukul 8 pagi sampai 8 sore (di Barcelona saat itu pukul 20 matahari belum terbenam) bisa naik turun sepuasnya tanpa batas. Ada tiga rute yang dijalani dengan ditandai warna jalur dan warna bus yang berbeda; merah, biru dan hijau dengan rute yang melewati berbagai tujuan wisata yang berbeda. Perjalanan pagi ini dimuai dengan bus warna biru yang dinaiki dari halte Plaza Catalunya sebab tujuan pertama adalah Sagrada Familia, lalu Park Guell dan Stadion Football Club Barcelona.

Dari Plaza Catalunya ke Sagrada Familia melewati dua halte yaitu Casa Batilo dan La Padrera. Tiba pukul 9.17 langsung menuju loket tiket Sagrada Familia tapi sayang antrian sudah sangat panjang, terpaksa niat untuk masuk diurungkan. Akhirnya mengagumi gereja fenomenal ini cukup dilakukan dari luar, sebab jika dipaksakan ikut antrian pasti banyak tujuan wisata lain yang tidak akan sempat dikunjungi. Padahal sebenarnya gereja ini adalah salah satu tempat yang sudah direncanakan jadi tujuan utama, sebab penasaran dengan lamanya waktu pengerjaan, mulai dibangun tahun 1882 dan belum selesai sampai hari ini dengan berbagai alasan. Direncanakan oleh arsiteknya, Antoni Gaudí bangunan ini akan memiliki 18 menara tapi baru 8 yang selesai, 10 sisanya direncanakan selesai tahun 2026. Antoni Gaudí sang arsitek wafat tahun 1926 akibat tertabrak trem dalam usia 73 tahun sebelum gereja ini selesai. Dan meski hanya melihat dari luar tetapi rumitnya detail bangunan gereja tersebut memang sangat mengagumkan, terutama ukiran relief yang menghiasi sekeliling dinding bangunan tersebut. Sebagai arsitek Catalan modernis, Antoni Gaudí memang sangat mewarnai arsitektur di Barcelona, dan bisa dikatakan karya-karyanya lah yang memberi ciri khas Barcelona dan membedakannya dengan arsitektur di kota-kota lainnya di Eropa.

Jalan-jalan diteruskan ke Park Guell yaitu sebuah taman yang dilengkapi bangunan rumah karya Eusebi Guell berdasarkan rancangan Antoni Gaudí. Dibangun antara tahun 1900 sampai 1914 dan resmi dibuka tahun 1926. Tahun 1984 taman ini diakui oleh UNESCO menjadi Situs Warisan Dunia “ Works of Antoni Gaudí.” Lokasi Park Guell ada di puncak bukit batu cadas “Carmel Hill” di kawasan La Salut bertetangga dengan distrik Gracia. Awal mulanya taman ini dimaksudkan sebagai perumahan mewah tapi gagal. Dari halte pemberhentian bis harus dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan mendaki jalan yang cukup terjal sekitar 600 m.

Meski berada di puncak bukit batu cadas tandus tapi berkat rekayasa karya manusia sekarang lingkungan tersebut begitu hijau dengan berbagai macam tanaman besar kecil yang tampak asri dan membuat betah. Tidak berlebihan jika disamakan dengan kawasan Bandung Utara yang begitu indah untuk menikmati pemandangan kota Bandung ke arah selatan seperti yang diungkapkan dalam lagu “Bandung Selatan di Waktu Malam.” Meski masih betah berada di sana namun waktu terus berlalu sementara lokasi tujuan wisata lainnya seolah memanggil menunggu untuk dikunjungi kami para pengelana. Meski berat hati, akhirnya diputuskan untuk melanjutkan perjalanan hari ini.

Tujuan berikutnya adalah Stadion Football Club Barcelona, alias Camp Nou, yang tidak asing bagi para pecinta sepakbola di tanah air. Dari halte pemberhentian yang berada di seberangnya, gerbang Camp Nou tampak berdiri megah terlihat dari kejauhan. Di pelataran depan berjajar loket tempat menjual tiket untuk masuk ke stadion bagi para wisatawan yang ingin melihat ‘Serba-serbi Camp Nou FCB’. Harga karcis dewasa 25 euros dan untuk senior cukup membayar 20 euros. Di lokasi museum kita bisa mempelajari FCB mulai dari sejarah pendirian sampai berbagai hal terkini. Lengkap mulai dari apa, siapa, kapan, bagaimana dan di mana dalam berbagai bentuk tulisan, foto, video dan barang-barang bukti sejarah.

Beres berkeliling museum lalu menuju ke stadion utama tempat berlangsungnya pertandingan sepakbole. Setiap ruangan dimasuki mulai dari ruangan para pemain, pengurus, ruang ganti pakaian, ruangan mandi pemain (yang dilengkapi jacuzzi), ruangan konferensi pers sampai ke ruangan tempat para komentator di bagian paling atas. Kebetulan sore itu sedang berlangsung latihan, lumayan bisa membayangkan bagaimana nikmatnya menjadi penonton di tribun VIP maupun di tribun umum. Di ruang komentator bahkan sempat selfie membayangkan diri seolah-olah menjadi “Sambas” reporter dan komentator sepakbola zaman dulu terkenal di Indonesia.

Jacuzzi di ruang mandi pemain FC Barcelona

Pukul 5 perjalanan dilanjutkan ke Museu Nacional D’Art De Catalunya (MNAC) dengan menggunakan bus HOHO berwarna merah dari halte Francesc Macia/Diagonal melewati lima halte yang tidak terlalu menarik untuk disinggahi. Dengan waktu yang begitu terbatas akhirnya di MNAC pun hanya sekilas, sekedar beristirahat sambil menikmati angin sore di musim panas. Dari sana perjalanan menelusuri kota Barcelona dilanjutkan dengan menggunakan rute bus merah melewati Anelia Olimpica, Teleferic De Montjuic, Port Vell, Port Olimpic sampai ke pemberhentian terakhir di halte Plaza De Catalunya dekat ke hostél tempat menginap.

Sebelum pulang ke hostel menyempatkan diri mencari restoran yang memasang label halal, ada dua yang ditemukan di sekitar kawasan La Rambla yaitu “Habibi” dan “Istanbul.” Waktu baru menunjukkan pukul 19.42 sementara matahari baru terbenam pukul 21.07 jadi rencana iftar di sana urung daripada bengong tak jelas.

Sambil menunggu waktu magrib tiba, menyusuri lagi La Rambla sambil tak lupa membeli buah-buahan untuk berbuka puasa di pasar St Josep La Boqueria. Sementara untuk makanan utama cukup dengan mi instan yang dibawa dari tanah air.

Malamnya mulai membereskan ransel dan koper sebab besok pagi sudah harus terbang ke Paris, ibu kota Perancis bukan Parijs van Java nu aya di Jalan Sukajadi Bandung.

Balubur Limbangan, 8 September 2017

Bersambung…

 

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 9

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 4 menit
0