Wisata Menjelajahi Negeri Turki – Bagian 1

Pengantar penulis:

Catatan perjalanan kali ini adalah perjalanan darat menjelajahi Turki sepanjang 2.655 km dengan menggunakan bus selama 9 hari melewati banyak kota besar dan kecil. Perjalanan dimulai dari Istanbul di bagian Benua Eropa, kemudian bergerak ke Turki bagian Benua Asia ke arah selatan ke Kusadasi lalu mengarah ke timur sampai ke Cappadocia. Perjalanan lalu dilanjutkan ke arah utara melintasi jantung Ibu Kota Turki, Ankara dan berhenti di ujung pantai utara di Amasra. Dari Amasra perjalanan kembali ke Istanbul dilakukan melalui “jalur pantura”, yang berbeda dengan jalur keberangkatan.

Bagi wisatawan ada banyak pilihan jalur wisata ke Turki yang ditawarkan oleh berbagai biro wisata di Indonesia. Beberapa di antaranya menggabungkan moda perjalanan bus dan pesawat. Yang dipilih penulis adalah paket wisata yang sepenuhnya menggunakan bus menyusuri jalan-jalan di Turki dengan melalui jalan darat (termasuk menyebrang dengan kapal feri). Dengan demikian kesempatan menikmati pemandangan alam Turki di sepanjang perjalanan bisa lebih maksimal dibandingkan jika berpindah kota dengan pesawat.

Catatan perjalanan ini akan disajikan serial dalam beberapa artikel. Semoga bermanfaat bagi mereka yang bermaksud berwisata ke Turki dan bagi seluruh pembaca yang menikmati diari perjalanan.

Bagian 1. Hujan Menyambut Kami di Istanbul

Hujan deras mengguyur Kota Bandung mengantar keberangkatan rombongan wisata “Turkey Halal Tour” dari salah satu biro wisata di Bandung, menuju Cengkareng untuk terbang ke Istanbul. Tapi selepas Padalarang cuaca mulai bersahabat sampai tiba di bandara sehingga perjalanan lancar. Urusan macet di jalan layang Pasupati akibat banjir dan adanya perbaikan pada beberapa titik sampai pintu gerbang tol Pasteur bisa dilupakan. Kekhawatiran terlambat check-in tidak terjadi dan pesawat Boeing TK 57 milik Turkish Airline yang kami tumpangi berangkat mengudara tepat waktu pada pukul 20.52.

Perjalanan dua belas jam non stop terasa nyaman dan menyenangkan sehingga bisa istirahat total dengan pelayanan yang cukup memuaskan. Saat mendarat di Bandara Ataturk waktu menunjukkan pukul 04.50 dini hari waktu setempat atau 08.50 WIB. Suasana bandara relatif belum sibuk sehingga proses pengambilan bagasi dan pemeriksaan imigrasi berjalan cepat. Di area penjemputan pemandu lokal, Sercan Abey, seorang pemuda belia yang masih jomblo tapi ramah dan ganteng telah menunggu. Kami diarahkan ke tempat yang dekat dengan konter makanan dan minuman juga ATM sehingga segala kebutuhan yang belum ada bisa dengan mudah diperoleh. Untuk sekedar uang saku selama berada di Turki, penulis memilih menarik uang lira melalui ATM (dari rekening rupiah kita) karena lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan cara menukar uang rupiah kita di ‘money changer’, karena seringkali meski nilai tukar yang terpampang di konter tampak rendah biasanya suka ada “trik” baik dengan mengubah rupiah kita ke mata uang lain dulu sebelum ke Lira, atau dengan sistem komisi yang tidak transparan, yang akhirnya rupiah kita dihargai lebih rendah.

Pagi itu, Minggu 8 Oktober 2017 hari pertama rombongan di Istanbul langsung dibawa wisata kota dengan tujuan ke Sultanahmet Camii (Blue Mosque), Haga Sophia (Aya Sofya) dan Topkapi Sarayi (Istana Topkapi) yang berjarak satu jam perjalanan dengan bus. Ketiganya berada pada satu kawasan yang berdekatan sehingga untuk mencapainya cukup berjalan kaki. Hujan yang turun sejak dari bandara menambah dingin cuaca musim gugur yang berada pada kisaran 11 derajat celcius. Keluar dari jalan bebas hambatan kemudian menyusuri jalan kecil berbataskan bangunan, toko, terkadang barisan pepohonan yang masih rimbun sebelum sampai ke tempat parkir bus yang ada di belakang Aya Sofya dan Istana Topkapi.

Hujan masih turun sehingga untuk mengatasi perjalanan beberapa peserta tur mampir di kios suvenir untuk membeli payung sebagai pelindung sekaligus juga untuk beraksi di depan kamera dengan gaya berpayung fantasi. Berjalan santai melintasi lapangan luas yang lantai paving block-nya digenangi air hujan menambah eksotisnya suasana pagi menuju ke Mesjid Biru yang tampak anggun dari jauh. Di perjalanan kami juga menjumpai roda penjual jagung bakar dan chestnut panggang dengan label ‘Sut Misir’, sejenis buah yang jika di Indonesia rasanya menyerupai biji nangka rebus.

Sebelum masuk ke Mesjid Biru kami berwudu dengan air dingin yang menusuk. Ketika kaki kanan mulai melangkah melalui pintu utama bagian interior mesjid megah dan indah. Dihiasi dengan keramik yang bermotifkan aneka ragam daun dan bunga sementara mihrab dibuat dari marmer yang dipahat karya gemilang tangan seniman zaman dahulu. Menurut keterangan pemandu yang paling istimewa dari mesjid ini ialah sistem akustiknya karena sekalipun dalam keadaan penuh, makmum (peserta solat berjamaah) dapat mendengar suara imam tanpa bantuan pengeras suara. Sementara itu warna biru cat di bagian ini sudah tidak dominan lagi. Kesempatan untuk melaksanakan solat berjamaah diperoleh saat waktu dzuhur tiba ketika rombongan masih ada di lokasi. Selesai menyusuri lika-liku mesjid luar dalam perjalanan dilanjutkan ke Lapangan Hippodrome di mana sebenarnya Mesjid Biru pun adalah bagian dari lapangan ini. Di sini terdapat beberapa obelisk ada yang tinggi dengan hiasan kata/kalimat dalam huruf Hieroglif.

Sultanahmet Camii ( Blue Mosque ) Istanbul disawang ti kaanggangan.

A post shared by Entjep Sunardhi (@entjepsunardhi) on

Sekalipun masih banyak sudut yang belum terjamah, mengingat waktu yang terbatas, perjalanan dilanjutkan ke Aya Sofya, sebuah gereja yang dibangun tahun 537 M tapi saat Konstantinopel jatuh pada tahun 1453M Sultan Mehmet II memerintahkan gereja itu untuk menjadi mesjid. Saat ini Aya Sofya lebih difungsikan sebagai museum yang dijaga benar keutuhannya sebagai bangunan warisan budaya. Sayangnya kunjungan kami agak kurang memuaskan di tempat ini karena bagian dalam sedang dalam pemeliharaan dan perbaikan sehingga keindahan dan kemegahan interiornya tidak dapat dinikmati secara maksimal karena ditutup untuk tidak mengganggu proses pengerjaan. Naik ke lantai dua melalui tangga batu yang memutar cukup melelahkan bagi mereka yang kurang berolahraga. Lagi-lagi banyak bagian yang tertutup karena sedang direnovasi.

Istana Topkapi

Waktu semakin sore kunjungan ke Istana Topkapi yang begitu luas dengan empat tamannya segera kami laksanakan. Setelah melalui gerbang pintu masuk taman pertama yang luas dan nyaman menyambut. Sisi kiri ada bangunan untuk tempat tinggal permaisuri dan para selir dan balai musyawarah majelis dan sisi kanan ruang dapur yang berjejer. Lanjut menurun ke bawah melalui ruangan yang beraneka ragam fungsinya dulu lalu ada taman dan taman sampai ke taman keempat yang berbataskan Laut Marmara. Pemandangan indah menawan saat sore hari di saat matahari sudah mulai keluar dari balutan awan hitam. Batas waktu buka kunjungan hampir berakhir padahal ruang museum belum dimasuki, padahal di sana tak kalah menariknya karena ada ruang yang berisi barang peninggalan Rasulullah SAW dan para sahabat, diantaranya potongan rambut, pedang dan pakaian yang pernah dipakai Baginda Rasul. Sempitnya waktu dan berjubelnya pengunjung mengakibatkan penulis tidak sempat menyigi secara detail jadi hanya sekilas saja.

Keluar dari Istana Topkapi udara cerah dan rombongan kembali ke tempat bus diparkir untuk menuju Warung Nusantara sebuah restoran dengan menu khas tanah air untuk makan malam. Pukul 22.00 rombongan tiba di Hotel Gonen untuk menginap malam pertama di Istanbul.

Perjalanan panjang baru saja dimulai, dari Istanbul perjalanan akan dilanjutkan dengan melewati kota-kota di Turki, antara lain: Bursa, Izmir, Kusadasi, Pamukkale, Konya, Aksaray, Navsehir, Cappadocia, Ankara, Amasra dan kembali ke Istanbul.

Balubur Limbangan, 26 Oktober 2017.

Bersambung…

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Wisata Menjelajahi Negeri Turki – Bagian 1

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 4 menit
0