Reportase Pilot Memutuskan Pindah Rute, Pesawat Lion Air Rute Batam-Pekanbaru Delay 2 Jam 29 Februari 201619 Maret 2016 Dadang Syahid Beri komentar Airlines, Delay, Lion Air, Penerbangan Ikuti kami di Google Berita Penerbangan Lion Air yang mengalami keterlambatan/delay bukan cerita baru dan mungkin juga bukan berita yang terlalu menarik perhatian. Kecuali jika kita yang mengalami keterlambatan tersebut. Sampai hari ini, posisi konsumen industri penerbangan masih dalam posisi tawar yang lemah meski sejatinya sudah dilindungi oleh Peraturan Menteri Perhubungan no 89/2015. Hal itu pula yang dirasakan sekitar 185 penumpang pesawat Lion Air JT-235 jurusan Batam-Pekanbaru tanggal 27 Februari 2016. Pesawat yang dijadwalkan terbang pukul 1320 mengalami keterlambatan yang sampai pukul 14.10 tidak ada pengumuman. Barulah setelah ditanyakan secara aktif oleh beberapa penumpang, petugas di bagian boarding menanyakan status penerbangan ke bagian terkait, dan setelah mendapat informasi baru diumumkan bahwa pesawat mengalami keterlambatan dan dijadwal ulang ke penerbangan pukul 14.55 atau terlambat 90 menit. Posisi Pukul 14.07, tidak ada update status delay dari jadwal 13.20 Saat ditanyakan kepada karyawan Lion yang bertugas di gate no.8, Rafi’i dan Grace, mengapa bahkan setelah 40 menit terlambat para petugas di bagian boarding tidak mengumumkan keterlambatan? Mereka menjelaskan karena mereka tidak mendapat pemberitahuan dari pihak “ramp“. Begitu juga “group Leader” yang bertugas saat itu, Safrie, juga tidak melakukan koordinasi dengan mereka. Informasi keterlambatan baru mereka ketahui saat penumpang menanyakan secara pro aktif kepada mereka. Soal kompensasi “snack box” yang merupakan hak penumpang yang tidak diberikan, mereka menjelaskan mereka tidak siap akibat tidak ada informasi awal tentang keterlambatan tersebut sehingga makanan belum dipesan. Meski begitu tak terlihat satu penumpang pun yang menanyakan kompensasi yang menjadi hak mereka tersebut. Menjadi lebih menarik saat mendengar penjelasan dari Rafi’i dan Grace alasan mengapa petugas terlambat mengantisipasi keterlambatan tersebut, padahal pesawat sudah stand by sesuai jadwal. Ternyata penyebabnya sepele, pilot dan kru yang sedianya menerbangkan pesawat Lion JT-235 saat dijemput di hotel ternyata memutuskan untuk menerbangkan pesawat rute lain, yaitu JT-930 rute Batam – Kuala Namu Medan. Sehingga para petugas darat Lion harus mencari kru pengganti. Kru pengganti yang diawaki oleh Captain Pilot Reynalda Damanik dan Co-pilot Lalu Kambas baru bisa menerbangkan pesawat pada pukul 15.20, terlambat 120 menit dari jadwal. Untuk menuju pesawat pun penumpang pun harus berjalan kaki sejauh 500 m karena pesawat yang siap berada di ujung gate 1 tanpa garbarata, sementara penumpang boarding di gate 8. Kebenaran informasi ini tidak bisa dikonfirmasi ke Manajer Operasional Lion di Batam, Bire karena yang bersangkutan tidak ada di tempat. Tetapi seandainya keterangan petugas boarding akurat tentunya merupakan informasi yang cukup mengejutkan, bagaimana mungkin kru pesawat bisa memutuskan mengganti rute secara mendadak? Selain tidak mengumumkan keterlambatan secara pro aktif, para petugas pun tidak sigap menyediakan kompensasi untuk keterlambatan kategori 2 ini (61 sd 120 menit) yaitu penyediaan snack box sesuai aturan dari PM no 89/2015 tersebut. Setelah ditanyakan penumpang, salah satu petugas berusaha menelepon atasannya tetapi sampai akhirnya pesawat tinggal landas kompensasi yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri tersebut tidak kunjung diberikan dan tanpa permintaan maaf sama sekali. Dari kejadian tersebut menjadi jelas keterlambatan yang sering dialami pesawat Lion Air yang biasanya cukup disebutkan “dengan alasan operasional” ternyata disebabkan oleh buruknya manajemen, yang dalam kasus ini buruknya manajemen pengaturan kru yang akan menerbangkan pesawat. Kasus ini mungkin sedikit membuka puncak gunung es buruknya pengelolaan manajemen di Lion Air. Sayangnya, dengan hegemoni Lion Air di dunia industri penerbangan oleh Lion Air yang ditandai dengan jumlah armada dan rute terbesar di Indonesia, lagi-lagi konsumen berada dalam posisi lemah. Meskipun Dirjen Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan sudah menyediakan hotline 151 seperti dijelaskan dalam PM 89/2015 tentang konsumen yang bisa mengadukan keluhan, dan menjadi dasar penilaian Kemenhub untuk memberikan sanksi kepada maskapai terkait, mulai dari penundaan izin rute baru, pencabutan rute yang sudah ada, sampai pencabutan izin usaha, menjadi pertanyaan menarik, apakah Kemenhub berani melakukannya kepada maskapai sebesar Lion dan pemiliknya sudah berada di lingkaran dalam kekuasaan? Sulit untuk menjawab secara pasti. Yang jelas bagi konsumen industri penerbangan, hanya persaingan sehat dan wajarlah, saat pilihan untuk terbang dengan berbagai maskapai lebih beragam, saat itulah konsumen bisa memilih menggunakan maskapai dengan layanan terbaik dan secara alami maskapai dengan pelayanan buruk akan ditinggalkan. Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.