“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 10

Bagian 10. Paris Perancis bukan Parijs van Java

Sambungan dari bagian 9.

Pukul lima subuh, 24 Juni 2017 sudah berada di Bandara Barcelona. Perjalanan akan dilanjutkan ke Paris, Perancis dengan menggunakan maskapai Vueling dengan jadwal terbang pukul 7.20. Sengaja datang lebih pagi supaya santai tidak terburu-buru. Tiket sudah otomatis di-check in saat pemesanan tiket, lengkap dengan nomor kursi. Jadi saat membeli tiket secara online, setelah pembayaran (dengan kartu kredit) diterima dan pemesanan dikonfirmasi sistem langsung menerbitkan boarding pass yang bisa kita cetak sendiri di atas kertas biasa. Boarding pass yang kita cetak sendiri itu berlaku untuk masuk pesawat tanpa harus lapor lagi ke konter check in di bandara.

Ada yang unik dalam proses check-in bagasi yang dilakukan secara mandiri (self check-in) yang belum ada di bandara di Indonesia. Untuk check in bagasi pertama-tama kita memasukan kode booking di mesin yang tersedia, setelah kode booking dikenali mesin akan mencetak tag (stiker) bagasi. Di dekat mesin tersebut juga tersedia timbangan bagasi. Selanjutnya tag tersebut kita pasang sendiri di koper yang akan kita masukkan ke dalam bagasi pesawat, lalu koper tersebut dibawa ke konveyor atau ban berjalan. Konveyor dalam posisi berhenti, setelah kita letakkan bagasi di atasnya lalu dengan alat pemindai (scanner) yang tersedia di konveyor tersebut kita memindai kode garis (barcode) yang ada di tag bagasi. Jika proses pemindaian berhasil dan berat bagasi sesuai dengan berat yang diizinkan maka mesin konveyor akan langsung berjalan otomatis membawa bagasi kita untuk dinaikkan ke atas pesawat. Tapi jika beratnya tidak sesuai, meskipun hanya kelebihan 1 kg dari berat yang diizinkan maka konveyor tidak akan berjalan. Jumlah berat bagasi yang diizinkan berbeda tiap penumpang sesuai dengan harga pembelian tiap penumpang saat memesan tiket. Berat barang bawaan yang diizinkan untuk pesanan tiket penulis adalah 23 kg bagasi dan 10 kg tas kabin. Saat penulis menimbang bagasi ternyata beratnya 24 kg, kelebihan 1 kg. Beruntung penulis bepergian berdua dan setelah ditimbang berat bagasi kedua adalah 20 kg, seorang petugas pengawas di sana menyarankan untuk memindahkan sebagian barang bawaan dari koper yang kelebihan berat ke koper yang lain sebelum membawanya ke konveyor.

Jadwal terbang sesuai dengan waktu yang tertulis di tiket, begitu juga dengan jam kedatangan di Bandara Charles de Gaulle tidak meleset, tepat pukul 9.25. Duapuluh menit sejak pesawat mendarat bagasi sudah bisa dibawa dengan troli menuju stasiun kereta api yang jaraknya hanya sekitar lima menit. Petualangan menjadi wisatawan backpacker banyak terbantu oleh “Mbah Google” sebagai penunjuk jalan. Juga berkat arahan seorang kenalan di KBRI Paris, Albar, perjalanan menuju hotel menjadi lebih mudah. Melalui pesan di WA (whatsapp) dia mengarahkan perjalanan dari bandara menuju Hotel Fiat di rue de Douai no 36 dengan menggunakan kereta RER B tujuan Paris. Turun di stasiun Gare du Nord untuk transit dan berganti dengan kereta Metro no 2 tujuan Nation tapi turun di Stasiun Blanche.

Untuk transportasi selama di Paris cukup dengan membeli kartu transportasi “Visit Paris” dengan masa berlaku 3 hari seharga 50,05 euros untuk satu orang, jauh lebih murah daripada menggunakan taksi. Ukuran kartunya yang bermagnet sangat kecil hanya 3cm x 7cm, rawan hilang dan juga rawan rusak akibat ukurannya yang sangat kecil.

Tak sampai sepuluh menit berjalan kaki dari Stasiun Blanche ke Hotel Fiat, check in baru bisa mulai pukul 14.00 dan mendapat kamar di lantai 3. Tak berlama-lama di hotel, selesai menyimpan barang bawaan langsung ingin menjelajah Paris memanfaatkan waktu yang ada. Tujuan hari ini adalah mengunjungi Mesjid Jami Paris yang berlokasi dekat Universitas Sorbone. Mesjid ini diapit oleh tiga jalan ; dari arah timur rue Geoffroy Saint Hillaire, arah selatan rue Daubenton, arah barat rue Geoges Desplas tempat pintu gerbang masjid berada. Sepintas bangunan ini tak tampak seperti mesjid pada umumnya sebab menara yang menjadi ciri khas sebuah mesjid tidak terlihat dari jauh. Maksud mencari mesjid ini karena besok hari, Minggu 25 Juni adalah hari raya Idul Fitri. Suasana di mesjid cukup ramai terutama oleh jemaah yang kebanyakan berasal dari Afrika Utara. Juga tampak panitia yang menerima titipan zakat fitrah. Ukuran mesjid jami ini kira-kira seukuran Masjid Agung Jawa Barat di Bandung. Suasana resik membuat betah apalagi dilengkapi dengan taman dan tanaman yang terpelihara dengan baik. Tempat wudhu dan toilet sangat bersih.

Selesai melaksanakan sholat Dzuhur dengan dijama qasar perjalanan dilanjutkan ke Menara Eiffel yang menjadi ikon Perancis. Dengan menggunakan Metro no M10 sambil menyempatkan untuk mengambil beberapa foto di lokasi Pantheon salah satu karya besar arsitektur neoklasikisme abad 18. Dari sana transportasi dilanjutkan ke lokasi Menara Eiffel dengan menggunakan bis dengan rute melewati beberapa tujuan wisata Paris seperti Musée Rodin, Musée de’l Armée dan Hotel des Invalid. Sampai di halte bis tujuan Menara Eiffel yang menjulang tinggi sudah terlihat. Selepas beberapa saat menyusuri gang akhirnya sampai di pelataran sekitar Menara Eiffel sangat luas dihiasi taman yang asri. Kokoh, megah itulah kesan saat melihat langsung maha karya insinyur Perancis, Gustave Eiffel, pada tahun 1889. Dengan tinggi 1,050 feet atau 320 m tangga hanya bisa mengakses sampai lantai tiga, untuk mencapai puncak harus menggunakan lift. Penasaran dengan jarak antara empat kaki menara, dengan menggunakan langkah kaki sebagai ukuran, jaraknya kira-kira 100 meter-an. Berhubung masih ada satu tempat lagi untuk dikunjungi, Arc de Triomphe, maka rencana melihat keindahan Menara Eiffel diwaktu malam dengan atraksi lampunya terpaksa tidak bisa terlaksana.

Dari Eiffel berjalan dengan melalui jembatan Pont d’Iéna menyebrangi Sungai Seine yang airnya mengalir jernih tanpa sampah dan polusi menuju ke arah Jardins du Trucadéro, sebuah taman nan asri. Perjalanan lalu dilanjutkan dengan metro dari stasiun Passy menuju monumen Arc de Triomphe. Saat itu hari ke 29 Ramadhan 1438H dan mendapat kabar dari kenalan di KBRI Paris bahwa idul fitri di Paris akan jatuh pada esok hari. Saat berbuka puasa pukul 22.09 sudah sampai di hotel, merasakan malam takbir jauh dari kampung halaman. Rasa nikmat dan resah bercampur satu, nikmat karena merasakan suasana puasa dan lebaran di negara orang, resah karena rindu jauh dengan keluarga nun jauh di tanah air sana.

Balubur Limbangan, 16 September 2017

Bersambung ke bagian 11.

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

“Backpacker”-an ke Eropa di Bulan Ramadhan – Bagian 10

oleh Entjep Sunardhi dibaca dalam: 4 menit
0