Kontroversi Badan Cyber Nasional

Media Konsumen, Jakarta – Rencana pemerintah untuk membentuk Badan Cyber Nasional, terus menuai kontroversi dan pro-kontra dari berbagai pihak. Munculnya isu Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menggandeng dinas intelijen Amerika CIA (Central Intelligence Agency) untuk membentuk Badan Cyber Nasional menarik perhatian berbagai pihak termasuk DPR. Meski telah dibantah oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, masalah ini tetap akan diklarifikasi kepada pemerintah.

DPR menganggap pemerintah tidak perlu membentuk Badan Cyber Nasional sebagai lembaga baru untuk pertahanan. Pengaturan dan pemantauan cyber dinilai sudah berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Menurut  saya tidak diperlukan pembentukan badan baru untuk kelola urusan cyber. Karena ada urusan yang sifatnya lintas sektoral. Cukup dilakukan koordinasi dan integrasi sistem pengelolaannya,” kata Ketua Komsi I DPR RI Mahfudz Siddiq saat dihubungi, Jakarta, Senin (24/8/2015).

Pihak pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia (Menkominfo) Rudiantara menepis isu yang menyebutkan bahwa Badan Cyber Nasional (BCN) dibentuk bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS).

“Soal pertahanan cyber, memang bukan cuma pemerintah yang menyiapkan, tetapi juga mengajak multi stakeholder, termasuk di dalamnya Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi),” ujarnya di sela-sela Indonesia Cyber Security Summit (ICSS), Senin (24/8/2015).

“Akan tetapi, bukan seperti berita yang banyak beredar di media sosial, yang menyebut kami akan kerja sama dengan Central Intelligence Agency (CIA). Tidak benar itu. Tidak ada kerja sama dengan CIA,” pungkasnya.

Selain membantah soal kerja sama tersebut, Rudiantara juga menambahkan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk mengawasi percakapan warganya di aplikasi pesan instan, seperti WhatsApp. Pembentukan BCN justru demi memperkuat ketahanan cyber Indonesia agar tidak mudah diserang.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mempertanyakan rencana pemerintah membangun Badan Cyber Nasional. Usulan pembentukan lembaga tersebut dinilai terlambat dan terburu buru.

Cyber kan ancamannya di depan mata. Kalo membentuk badan baru lagi maka tidak sesuai antara ancaman di depan mata dengan kesiapan badan tersebut,” ungkap Tantowi.

Tantowi menambahkan, daripada membuat badan baru, pemerintah sebaiknya memanfaatkan lembaga yang ada. Dia menilai daripada membuat lembaga baru di bawah Menkopolhukam, lebih baik pemerintah mensinergikan kinerja pengawasan cyber.

“Kenapa tidak diintegrasikan saja gugus dan desk-desk yang ada di kementerian seperti Kemenkominfo, Lemsaneg, Kemnhan dan BIN. Itu yang diharapkan bisa diintegrasikan,” kata dia.

Pemerintah Jalan Terus

Menanggapi hal tersebut, pemerintah tetap jalan terus mematangkan rencana pembentukan Badan Cyber Nasional. Langkah pembentukan badan tersebut untuk memperkuat sistem pertahanan nasional.

“Sistem cyber yang akan dibentuk bukan malah untuk memata-matai warga negara sendiri,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, melalui pernyataan tertulis yang diterima, Minggu (23/8/2015).

Luhut mengatakan, pematangan pembentukan Badan Cyber Nasional dilakukan bersama kementerian/lembaga terkait. Di antaranya adalah Lembaga Sandi Negara, Deputi bidang Cyber di berbagai kementerian/lembaga, serta Kementerian Komunikasi dan informatika.

“Pakar IT Indonesia untuk turut mengabdi,” ujarnya.

Kepala Kantor Staf Presiden itu melanjutkan, pembentukan Badan Cyber Nasional tidak akan mengganggu badan sejenis yang dimiliki oleh kementerian/lembaga. Pemerintah ingin badan cyber bisa terintegrasi untuk kepentingan yang lebih luas.

Melibatkan TNI

Pada kesempatan yang lain, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengemukakan bahwa TNI telah dilibatkan sejak awal pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN). Prajurit TNI sudah pelajari pembentukan badan tersebut dan sudah terlibat didalamnya.

”Prajurit-prajurit saya sudah pelajari itu. Sudah pada tingkatan-tingkatan tertentu. Saya tidak perlu beritahu sampai di mana,” kata Gatot usai menjadi pembicara dalam seminar yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/8).

Dia menegaskan TNI sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak akan pembentukan lembaga tersebut. Badan Intelijen Negara (BIN) juga sudah dikoordinasikan. Pembentukan badan tersebut bukan memata-matai warga negara sendiri, tetapi untuk memperkuat sistem pertahanan nasional.

Undang-Undang Sebagai Dasar Hukum

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais meminta pemerintah serius bila memang ingin membentuk Badan Cyber Nasional (BCN). Bentuk keseriusan itu harus diwujudkan dengan menyiapkan draf Undang-Undang sebagai landasan hukum pembentukan Badan Cyber Nasional.
“BCN memang perlu, terutama dari sisi kebutuhan cyber defence. Tapi supaya badan ini kuat secara struktural dalam sistem kenegaraan pendiriannya harus dengan Undang-undang. Tanpa Undang-undang beda rezim bisa nggak dijamin kelanggengannya,” kata Hanafi saat dihubungi, Selasa 25 Agustus 2015.

Hanafi menuturkan, ada ancaman lain pengawasan cyber oleh BCN bila tidak diatur Undang-undang. Dimana BCN mempunyai fungsi surveillance atau penyadapan, yang bisa menghambat kebebasan warga untuk berekspresi didunia maya.

“Di Amerika saja kewenangan badan sejenis yang melakukan surveillance diatur dalam UU Freedom Act 2015,” imbuhnya.

Menurut dia, Undang-undang BCN juga nantinya harus mencakup infrastruktur cyber, anggaran, ekspertise khusus. Tanpa adanya undang undang yang jelas maka nasib BCN bisa cuma temporer. “Sewaktu-waktu bisa bubar. Tergantung selera pemerintah yang sedang berkuasa,” ujar politikus PAN ini.

Selain itu, Undang-undang BCN juga nantinya harus menjamin kebebasan warga negara terkait data cyber pribadi, pembatasan kewenangan BCN, jaminan keamanan nasional, transparansi dan larangan pengumpulan data besar tanpa seleksi.

Jika hal tersebut tidak diakomodir, maka sebaiknya tambah Hanafi, lebih baik fungsi BCN sebagai koordinator cyber nasional yang dipimpin Menkopolhukam, tanpa harus membuat badan baru.

“Toh di TNI dan di Departemen Pertahanan sudah ada Badan Cyber dengan fungsi yang sama. Tinggal digalang saja koordinasi oleh kementerian berwenang,” ucapnya.

Kepentingan Konsumen

Harus diakui bahwa peraturan perundangan yang mengatur tentang dunia maya di Indonesia ini, masih sangat kurang. Padahal dari data Tahun 2014 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 82 juta orang, atau peringkat ke-8 di dunia. Awal 2015, APJII bekerja sama dengan PusKaKom Universitas Indonesia (UI) merilis, pengguna internet hingga akhir 2014 mencapai 88,1 juta, atau sekitar 34,9 persen dari total jumlah penduduk.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal dengan nama UU ITE (UU republik Indonesia No.11 Tahun 2008), selama ini masih belum mampu berbuat banyak dalam melindungi kepentingan konsumen. Sangat jarang kita dengar kasus-kasus kejahatan siber yang dijerat dengan undang-undang ini. Padahal dengan hampir 90 juta orang pengguna internet di Indonesia, potensi kejahatannya sangat besar. Praktek-praktek penipuan (fraud), pencurian data, judi online, pornografi anak, prostitusi online, dan sebagainya, adalah ancaman nyata bagi pengguna internet di Indonesia. Sementara selama ini, UU ITE lebih sering kita dengar digunakan untuk kasus-kasus pencemaran nama baik saja.

Untuk itu kita semua berharap agar pihak pemerintah lebih memperhatikan lagi kepentingan publik dalam masalah pembentukan Badan Cyber Nasional ini. Bagaimana menurut anda? (IS/dari berbagai sumber)

 Apa Komentar Anda?

Belum ada komentar.. Jadilah yang pertama!

Kontroversi Badan Cyber Nasional

oleh Redaksi dibaca dalam: 4 menit
0