BPSK Kota Bandung Tangani Kasus Benda Asing dalam Susu Kemasan

Media Konsumen, Bandung – Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung menggelar prasidang terkait dugaan keracunan susu kemasan yang di dalamnya ditemukan benda seperti kaki katak, di kantor BPSK Kota Bandung, Jalan Maskumambang, Bandung pada Hari Senin, 29 Februari 2016 kemarin.

Prasidang itu ditengahi oleh Wakil BPSK Kota Bandung Johanes Sitepu. Agendanya konsiliasi dan mediasi antara korban dengan produsen susu terkait keracunan usai mengonsumsi susu kemasan berisi benda mirip kaki katak tersebut.

Pihak pelapor adalah Rini Tresna Sari yang didampingi oleh Himpunan Layanan Konsumen Indonesia. Sementara yang menjadi korban adalah putri Rini yang masih berumur tujuh tahun. Usai mengonsumsi susu, putri Rini terpaksa dirawat di rumah sakit karena keracunan.

Kronologis Kejadian

Kasus ini berawal ketika anak Rini Tresna Sari minum susu kemasan itu pada 27 Januari lalu. “Anak saya bilang gini, Bu ini susunya masih banyak tapi kok airnya sedikit ya. Terus saya cek dan saya teteskan ke mulut, keluar satu tetes. Saya shake begini seperti ada benda berat di dalamnya,” tutur Rini.

Merasa kaget, Rini langsung membuka kemasannya. Begitu dilihat, di dalamnya ada benda simetris seperti daging ayam. “Saya pikir waktu itu seperti sayap ayam ya, tapi koq melengkung lebih mirip selangkangan kodok,” ujarnya.

benda-asing-dalam-susu-kemasan
Benda diduga kaki katak di susu kemasan (foto: CDB Yudistira/Okezone)

Ia mengaku efek dari minum susu itu, mulut dan tenggorokannya gatal. “Padahal saya minum cuma setetes,” ungkapnya. Kondisi anaknya lebih parah. Bibirnya menebal dan muka merah serta merasakan gatal. “Makin lama makin parah, kakinya sakit,” ujarnya.

Sore harinya ia langsung membawa anaknya ke RS Advent dan langsung dirawat dengan dugaan keracunan makanan. Anaknya dirawat selama lima hari, diperbolehkan pulang tanggal 1 Februari. “Namun masih harus dimonitoring,” katanya.

Ia mengaku langsung menghubungi perusahaan susu kemasan itu untuk mengajukan komplain. Awalnya ditanggapi dengan baik namun perkembangan selanjutnya tidak terjadi kesepakatan.

Penjelasan Pihak Produsen Susu Kemasan

Menanggapi kasus tersebut, produsen susu dalam hal ini PT Utra Jaya, mengklaim benda yang berbentuk mirip dengan kaki katak tersebut merupakan endapan lemak susu.

“Kita sudah teliti dan terbukti kalau itu merupakan endapan susu lemak, bukan benda dari kategori hewan,” kata Kuasa Hukum PT Ultra Jaya, Sonny Lunardi, usai prasidang yang digelar Badan Sengketa Penyelesaian Konsumen (BPSK) di Bandung, Senin (29/2/2016).

Pihak Ultra Jaya juga tak ingin disalahkan terkait kemasan yang rusak. PT Ultra Jaya menyebut kemasan rusak kemungkinan saat berada di distributor. Sehingga pengawasan pendistribusian produk akan ditingkatkan.

“Kebocoran tersebut masih kemungkinan dari pihak pengecer atau distributor,” katanya.

Sonny juga membantah adanya kelalaian produksi. Sonny mmenyebut PT Ultra Jaya melakukan pengecekan setiap produk yang akan didistribusikan. “BPOM juga sudah melakukan pengecekan tidak ada masalah dari produk kami,” ucapnya.

Mengenai endapan lemak tersebut mengandung bakteri atau tidak yang bisa memicu peminumnya keracunan, dirinya belum bisa memastikan. “Kita tidak teliti ada atau tidaknya bakteri dalam endapan itu, yang pasti itu hanya endapan lemak susu,” pungkasnya.

Oleh karena itu pihak PT Ultra Jaya memastikan tidak akan menarik produk serupa dari pasaran menyusul temuan benda mirip kaki katak dalam susu kemasan, yang diduga menjadi penyebab bocah yang mengonsumsi keracunan.

“Kita tidak ada tarik produk yang sama dari pasaran, karena juga telah tersebar. Sejauh ini juga tidak ada aduan lagi,” kata Kuasa hukum PT Ultra Jaya Sonny Lunardi, usai prasidang yang digelar Badan Sengketa Penyelesaian Konsumen di Bandung, Senin (29/2/2016).

Hasil Pemeriksaan BBPOM

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung telah melakukan pemeriksaan ke produsen susu kemasan yang ditemukan benda menyerupai kaki katak. Pemeriksaan  ini dilakukan sebelum pihak pelapor, Rini Tresna Sari (46 tahun) mengadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung terkait temuannya.

Kepala BBPOM Bandung, Abdul Rahim mengatakan pengecekan terhadap pengolahan susu kemasan itu dilakukan pada 9 Februari 2016 setelah pihaknya mendapatkan pengaduan dari suami yang bersangkutan. Hasilnya dari pemeriksaan, BBPOM tidak menemukan ada kejanggalan dari produsen.

“Kami langsung melihat ke sana dan proses pengolahan susunya berjalan dengan baik. Tidak ada masalah,” kata Abdul saat dihubungi, Selasa (23/2).

Abdul menyebutkan pihaknya tidak menemukan sesuatu yang menyebabkan terkontaminasinya susu kemasan tersebut. BBPOM juga mengecek produk susu kemasan dengan kode batch (produksi) yang sama.

Menurutnya, pihaknya tak menemukan benda aneh di dalam bungkus susu kemasan dengan kode batch yang sama dengan milik Rini. Semuanya masih sesuai dengan standar produksi pangan yang baik.

Alhasil, ujar dia, pihaknya belum bisa memastikan jenis benda yang ditemukan Rini di dalam bungkus susu kemasan miliknya. Untuk memastikannya, perlu ada sampel dari susu yang menyebabkan anak Rini keracunan.

“Kami tidak lihat langsung samplenya, kalau lihat langsung bisa saja kami melakukan pengujian terhadap benda tersebut,” ujarnya.

Penyelesaian Sengketa Melalui BPSK

Atas laporan pengaduan kasus ini, Pihak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung pun menggelar prasidang untuk mendengarkan penjelasan dari kedua pihak pada Hari Senin, 29 Februari 2016.

Namun prasidang yang digelar tidak menemui titik temu antara dua belah pihak, sehingga akan berlanjut melalui sidang arbitrase pada 7 Maret 2016. Arbitrase merupakan langkah penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum.

“Pihak konsumen menginginkan itu, kita hargai nanti kita bertemu kembali,” kata kuasa hukum PT. Ultra Jaya Sonny Lunardi usai menghadiri prasidang di Bandung, Senin (29/2/2016).

Menurutnya, PT Ultra Jaya sudah bersedia bertanggung-jawab dengan mengganti biaya perobatan selama putri Rini dirawat di rumah sakit. Namun korban belum menerima ganti rugi yang ditawarkan oleh PT Ultra Jaya.

“Kita juga sudah ganti produk tersebut. Namun untuk ganti rugi ini masih belum diterima. Ada tuntutan dari pihak konsumen yang tidak sesuai bagi pihak perusahaan,” pungkasnya.

Sementara itu, Rini Tresna Sari (46) sebagai pihak pelapor, mengharapkan PT Ultra Jaya sebagai produsen bertanggung jawab atas produknya, terutama terhadap kesehatan A (7), anak pelapor, yang terdampak akibat minum susu berisi benda yang menyerupai bagian tubuh katak tersebut.

“Banyak hal yang belum disepakati. Ada beberapa poin, terutama tanggung jawab sisi produsen yang sampai sekarang belum ada. Makanya saya lapor,” ujar Rini  kepada wartawan di kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung, Senin (29/2/2016).

Dia mengakui, sebelumnya manajemen PT Ultra Jaya telah bertemu dengannya untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, mediasi itu tidak membuahkan kata sepakat sehingga ia mengadukan hal tersebut ke BPSK Kota Bandung.

“Hari ini, kami sudah dipanggil BPSK untuk menentukan cara berkomunikasi lagi dengan pihak produsen susu kemasan. Jadi, hanya pemilihan cara komunikasi saja hari ini. Kalau kemarin kami bermediasi tetapi gagal, makanya kami sekarang mencoba menghadirkan pihak ketiga, yaitu BPSK,” ujar Rini.

Adapun kondisi anaknya, kata Rini, sudah membaik setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit selama beberapa hari. Namun, ia menyatakan bahwa anaknya belum pulih benar setelah mengalami keluhan akibat meminum susu kemasan rasa cokelat.

PT Ultra Jaya melalui kuasa hukumnya, Sonny Lunardi, membantah pihaknya tidak bertanggung jawab atas pengaduan Rini Tresna Sari (46) terkait temuan benda asing dalam susu kemasan produknya sehingga diduga menyebabkan  A (7), anak Rini, sakit.

“Kami dari sejak awal sebetulnya selaku pelaku usaha bukan tidak mau bertanggung jawab, hanya dalam hal ini terdapat perbedaan persepsi tentang biaya ganti rugi,” kata Sonny usai menghadiri prasidang di kantor ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung Senin (29/2/2016).

Dia mengatakan, dalam proses ganti rugi ini PT Ultra Jaya selaku perusahaan patuh pada peraturan perundang-undangan. Namun, menurut dia, tuntutan dari pihak konsumen dinilai tidak sepadan dan juga tidak didukung dengan data analisis dari dokter pihak rumah sakit.

“Sementara konsumen menuntut senilai Rp 100 juta sebagai ganti rugi,” kata Sonny.

Tuntutan itu diserahkan kepada perusahaan untuk ditandatangani pelaku usaha. “Tapi tidak dilakukan karena kami nilai ini tidak memiliki dasar hukum dan tidak didukung data analis kedokteran bahwa anak ini akan sakit berkelanjutan atau memerlukan pengobatan lebih lanjut,” ujar dia.

“Jadi anaknya ini per tanggal 31 Januari 2016, sudah dinyatakan sembuh oleh rumah sakit. Terakhir waktu itu kontrol pada 9 Februari 2016, itu pun sudah dinyatakan sehat. Hanya diberi obat tambahan resep untuk obat cacing,” tambahnya.

Kendati begitu, ia mengaku, pihaknya memang belum memenuhi beberapa hal terhadap Rini selaku konsumen. Perusahaan  belum memberikan uang pengganti biaya perawatan terhadap A yang sempat dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.

Sesuai peraturan, perusahaan memang akan mengganti biaya perawatan sampai pihak yang berkompeten menyatakannya sembuh.

Perusahaan sudah mendapatkan salinan biaya perawatan rumah sakit yang nilainya mencapai Rp 13 juta. Menurut Sonny, nilai itu yang akan digantikan perusahaan.

Dia menyebutkan,  pihaknya akan memenuhi tuntutan jika dokter menyatakan A butuh perawatan lebih lanjut.

“Itu belum karena konsumen belum menerima karena maunya Rp 100 juta. Kami jadi bingung, seolah-olah produk rusak mengakibatkan sakit berkepanjangan. Sementara dokter menyatakan sudah sembuh. Sebetulnya yang Rp 13 juta ini sudah kita siapkan dan sudah kita tawarkan. Berikut biaya kontrol terakhir pada 9 Februari yang belum tahu nominalnya,” ujar Sonny.

Kasus ini menarik untuk diikuti, karena selama ini jarang sekali konsumen yang merasa dirugikan mau melaporkan kasusnya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dibentuk atas dasar amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU Nomor Tahun 1999). Bagaimana menurut anda? Apakah BPSK akan menjadi jalan penyelesaian terbaik bagi kasus-kasus seperti ini? Berikan pendapat anda melalui form komentar di bawah ini! (IS/dari berbagai sumber)

Satu komentar untuk “BPSK Kota Bandung Tangani Kasus Benda Asing dalam Susu Kemasan

  • 19 Maret 2016 - (05:11 WIB)
    Permalink

    Saya juga pernah beberapa kali mengalami hal yang sama, susu dalam keadaan basi ketika kemasan dibuka.. Semoga produsen atau distributornya lebih bertanggung jawab untuk mengganti kerugian konsumennya..

 Apa Komentar Anda?

Ada 1 komentar sampai saat ini..

BPSK Kota Bandung Tangani Kasus Benda Asing dalam Susu Kemasan

oleh Redaksi dibaca dalam: 6 menit
1