Menunggu IndiHome Bagai Menunggu Godot

Saya salah satu pelanggan lama layanan internet Telkom (Speedy – kabel tembaga) di wilayah Bogor, Jawa Barat, yang secara geografis hanya beberapa jengkal dari ibu kota RI. Meskipun byar-pet, dan lebih banyak “disconnect“-nya, saya setia berlangganan. Saya lupa nomor Speedy-nya, tapi saya ingat nomor tumpangannya (telepon) 0251-8624264.

Bertahun-tahun saya bertahan untuk tetap berlangganan, karena merasa sangat perlu layanan internet. Bahkan menurut teknisi Telkom, yang hampir tiap bulan bolak-balik membetulkan jaringan, saya merupakan satu-satunya pelanggan terakhir di desa saya.

Saya tetap bertahan meskipun kualitas layanan makin memburuk. Terakhir teknisi “kabel tembaga”-nya bilang: KABEL TANAH-nya sudah kurang bagus. Dan untuk mengajukan penggantian sudah tidak memungkinkan, karena jaringan di wilayah setempat sedang akan migrasi ke Fiber Optik (FO).

Menunggu FO waktu itu, tidak ada informasi jelas. Berkomunikasi dengan petugas di 147 juga percuma, tetep blank. Akhirnya saya rela membeli sendiri “kabel tanah” dengan harga lumayan mahal. Setelah diganti, koneksi lumayan membaik. Namun itu tidak berlangsung lama. Koneksi kembali byar-pet. Pada line Telepon tegangan sering drop, Call Progress Tone bercampur noise. Belum lagi kasus no signal (dial tone) sama sekali. Ada dial tone, tapi akses internet hilang. Dalam satu bulan kadang hanya ada akses internet sekitar 15 hari. Kompensasinya? Ya berupa potongan “biaya bulanan” yang tidak seberapa.

Berulang-ulang komplain, dan rutin tiap bulan. Benar-benar membuat frustasi. Ketika kabel itu dengan aneh “putus”, dan ujungnya menggantung. Saya malas untuk melapor lagi dan saya biarkan tetap menggantung. Bahkan sampai tulisan ini dibuat tetap saya biarkan menggantung. Dua bulan kemudian, sempat ada petugas yang datang membawa tagihan, tentu saja saya tolak. Apa yang harus saya bayar?

Rasa bahagia datang ketika mendapat kabar bahwa Kabel FO sudah masuk ke desa saya dan tiangnya hanya berjarak sekitar 20 meter dari rumah saya. Namun entah kapan bisa beroperasi.

Untuk akses internet, terpaksa saya mengandalkan jaringan seluler. Biar lemot, yang penting masih bisa dipakai. Meskipun hanya bisa sampai 2-3 Mbps. Itu sudah syukur Alhamdulillah, buat saya.

Karena FO masih tidak jelas juga kapan bisa beroperasi, saya lupakan keinginan untuk segera menikmati “internet cepat” seperti orang-orang. Setiap kali mencoba registrasi, namun statusnya masih “belum ada jaringan”.

Bertahun-tahun saya menunggu. Tiba-tiba saya mendengar kabar, beberapa tetangga sudah bisa berlangganan IndiHome. Maka bergegas saya registrasi lagi. Lalu disuruh menunggu lagi. Anehnya, baru beberapa orang yang berlangganan sekitar tiang ODP, tapi katanya sudah FULL. Secara rutin saya bertanya ke Plasa Telkom, hanya membuat saya lelah. “Mohon bersabar.” katanya.

Sekitar bulan Juni 2020 kemarin, anak saya terus merengek. Kuliah “Online” sangat menjengkelkan dengan jaringan selular yang lemot, katanya. Ketika melihat iklan Telkom “IndiHome Paket Pelajar”, saya pikir mungkin kalau untuk kepentingan “pelajar” akan lebih diperhatikan. Maka registrasilah Paket Pelajar tersebut, atas nama anak.

Menurut data registrasi, saya bisa melanjutkan pendaftaran, dan diminta membayar deposit. Yang lalu tentu saja langsung saya bayar. Akan tetapi tiga hari kemudian, tiba-tiba saya mendapat SMS bahwa instalasi tidak dapat dilakukan, dan dana deposit akan dikembalikan. Benar saja, uang tersebut refund ke rekening saya. Betapa dongkolnya saya. Apalagi anak-anak saya yang tadinya sudah sedemikian gembira, karena dirumah kembali akan ada “WIFI”.

Dua bulan sejak peristiwa “refund” yang aneh karena sama sekali tanpa ada kejelasan penyebabnya. Saya coba registrasi lagi menggunakan nama saya. Iklan Indihome sedemikian gencar. Sertifikat Company “ISO” ini-itu. Emeng-emeng fitur canggih segala macem. Membuat saya benar-benar penasaran ingin mencoba layanan tersebut. Saya butuh akses cepat untuk “meremote” komputer client-client saya. Atau bahkan sekedar untuk monitoring Server di kantor saya.

Nomor Registrasi terakhir MYIR-10041876550005 dan sekitar sebulan yang lalu, datang 5 orang teknisi Telkom, dengan membawa “tangga” dan gulungan kabel. Saya, dan anak-anak merasa sangat bahagia. Saat mereka sibuk kordinasi, entah apa. Saya minta anak saya menyeduh 5 gelas kopi “untuk menyuguhi bapak Petugas Telkom” dan Si Bungsu, saya suruh lari ke warung untuk membeli goreng pisang.

Sepuluh menit kemudian para teknisi tersebut, dan memberi informasi yang membuat masygul, “ODP Penuh!”

Saya langsung menatap wajah anak-anak saya. Mereka sudah faham situasinya, karena saya sudah berulang kali menjelaskan ke mereka tentang istilah “ODP FULL”, yang buat mereka tentunya itu berarti “harus tetap belajar online dengan lemotisasi“.

Teknisi yang terlihat paling senior mencoba menjelaskan, “Nanti akan kami ajukan ke manajemen, agar segera menambah ODP.” Saya tidak terlalu meresponse penjelasan tersebut, karena buat saya itu tak berarti apa-apa. SOP ruwet kayak gitu, apa lagi yang bisa diharapkan?

5 gelas kopi yang sudah disiapkan, akhirnya mubazir, karena meskipun saya berulang memaksa sekedar untuk meminum kopi yang sudah terlanjur dibuat, mereka tidak bersedia (malu?). Dan yang mengenaskan, melihat anak-anak saya yang semula riang, seharian itu seolah menjadi kehilangan gairah.

Hari ini tanggal, 22 Oktober 2020, saya iseng melihat aplikasi myIndihome di HP. Pada status progresnya terlihat berwarna hijau di step “Pemasangan”. Nalar saya mengatakan, seharusnya tinggal menunggu “pemasangan”. Namun saya mulai mengabaikan nalar tersebut. Status hijau di step “Pemasangan” itu sudah lama saya lihat. Atau mungkin saya harus lebih bersabar? Bagai pungguk merindukan rembulan? Jangan-jangan saya hanya menunggu “GODOT”?

Ada logika yang agak aneh disini. Saya mengikuti berbagai forum online. Keluhan registrasi semacam “ODP Full”, bahkan kasus “Refund Deposit”, bertebaran dimana-mana. Dan kondisi ini bertabrakan dengan gencarnya iklan IndiHome.

Konon manajemen Telkom sudah mendapat sertifikat ISO kelas “super company“. Tapi kok FrontEnd (Marketing) dengan BackEnd (Support-nya) bertolak belakang ya? Kayak gak nyambung. Kalo ini Telkom sejenis orang, mohon maaf, akan saya kelepak kepalanya. Siapa tahu jadi waras.

Asep Saepudin
Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Artikel ini adalah buatan pengguna dan menjadi tanggung jawab penulisnya.
Tanggapan PT Telkom untuk Bapak Asep Saepudin

Kepada Yth. Redaksi mediakonsumen.com Terima kasih kepada mediakonsumen.com yang telah menayangkan surat keluhan pembaca Bapak Asep Saepudin Asep Saepudin pada...
Baca Selengkapnya

4 komentar untuk “Menunggu IndiHome Bagai Menunggu Godot

  • 23 Oktober 2020 - (10:57 WIB)
    Permalink

    Pindah aja ke provider lain pa..Telkom sdh kewalahan menangani permintaan konsumen. Karena BUMN ini terkesan memonopoli jaringan internet.

  • 23 Oktober 2020 - (12:43 WIB)
    Permalink

    Godot tidak untuk di tunggu pak.

    Banyak pelanggan baru yang membutuhkan layanan ini. Pelanggan lama pun ingin memperbaiki kualitas jaringannya.

    Selain daripada itu, Faktor teknisi adalah yang paling berperan.

    1. Teknisi tidak memiliki data dan status sebaran jaringan yang sudah mereka pasang.

    Teknisi sudah berada dilokasi, siap dengan kabel tangga dan peralatan lainnya, namun itu tidak memastikan bahwa mereka langsung bekerja. Mereka butuh survei terbaru. Mereka masih berunding. Datang dan berunding.

    2. Menciptakan skenario rumit, agar pelanggan memakluminya.

    Mempertontonkan kepada pelanggan agar pelanggan berharap harap cemas. Pelanggan seolah di ajak membayangkan bahwa itu adalah sesuatu yang rumit dan dramatis, padahal internet itu bukanlah sesuatu yang rumit. Tapi mereka menciptakan skenario rumit agar pelanggan bisa memakluminya.

    3. Teknisi memilih milih wilayah yang siap pasang.

    Teknisi bisa saja langsung memasang jaringan di wilayah itu. Namun mereka berfikir tentang efisiensi waktu. Melihat kondisi wilayah pelanggan harus banyak yang perlu di lengkapi sehingga khawatir itu akan memakan durasi waktu yang lama. Efisien jika mereka memasang di wilayah yang sudah siap pasang. Karena jika sehari bisa memasang di 4 atau 5 titik, kenapa harus mengerjakan di 1 titik. Biar saja di 1 titik ini di kerjakan oleh teknisi lain (menghubungi manajemen untuk menurunkan teknisi junior yang lebih banyak untuk pemasangan itu).

    4. Jika wilayah terlihat ‘Desa banget’ teknisi khawatir, ketika jaringan sudah lengkap dan bagus, akan tetapi hanya sedikit yang terdaftar sebagai pelanggan.

    Karena banyak orang yang hanya melakukan sambung Paralel dari 1 pelanggan terdaftar. Walaupun itu sah sah saja dan tidak ilegal, namun itu merupakan sebuah kerugian perusahaan.

    Sambung paralel sedang tren karena lebih hemat. Pelanggan yang tidak mau menunggu lama, meminta sambungan jaringan kepada tetangga terdekat.

    Dan mereka kompak membayar bergantian, bulan ini siapa yang membayar dan bulan berikutnya siapa yang membayar. Biasanya ini terjadi pada wilayah yang rasa kekeluargaannya solid. Sehingga mereka tidak saling canggung untuk bekerjasama.

    • 23 Oktober 2020 - (14:33 WIB)
      Permalink

      Pak Muhamad, komentar menambah wawasan saya,
      1. Teknisi tidak memiliki data dan status sebaran jaringan yang sudah mereka pasang. Jelas terlihat didepan mata saya kemarin. Salah seorang diantaranya terang-terangan berkata, “Kamipun inginnya langsung pasang, tidak pulang tanpa hasil.” (Dengan wajah sendu dan pilu ?). Kok tega yah? Nyuruh bertempur tanpa dibekali data yang cukup.

      2. Menciptakan skenario rumit, agar pelanggan memakluminya. Ujungnya biaya tambahan (“ilegal”) biar dipermudah? Saya ada mendengar kabar-burung tentang hal itu, tapi saya belum melihat secara nyata.

      3. Teknisi memilih-milih wilayah yang siap pasang. Mirip soal ujian sekolah, “kerjakan yang mudah dulu?” ?

      4. Jika wilayah terlihat ‘Desa banget’ teknisi khawatir, ketika jaringan sudah lengkap dan bagus, akan tetapi hanya sedikit yang terdaftar sebagai pelanggan. Desa kami lumayan ramai. Pendidikan formal ada 12 sekolah (SD/MI, MTs/SMP, Aliyah/SMU). Belum ditambah pendidikan non formal. Di RW saya saja, ada 4 pesantren besar, belum di RW lain. Desa kami boleh dibilang Desa Pendidikan. Jarak Desa kami ke Kampus IPB sekitar 7 KM saja. Jadi gak “Desa Banget” juga ?.

      Teknisi yang kemarin datang sempet menyinggung sambung “paralel”. Tetangga terdekat, sebuah sekolah SMU. Persis disebelah rumah. Tapi saya menolak option pasang paralel. Bukan apa-apa, saya pikir malah jadi ribet.

      ???

 Apa Komentar Anda mengenai Telkom IndiHome?

Ada 4 komentar sampai saat ini..

Menunggu IndiHome Bagai Menunggu Godot

oleh Asep Saepudin dibaca dalam: 3 menit
4